Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Saturday, November 16, 2013

Conditional Sentences Type 3

If I had had a motorcycle, I would have went there
Dia menulis satu kalimat dalam lembar putih bersampul birunya. Rindu mungkin dengan bolpoin dan tinta.

If I had hold you close, I would have smiled everyday
Kalimat kedua yang ia tulis di baris ketiga, ada jarak sebaris kosong dari tulisan pertamanya. Ia tersenyum, mengejek dirinya sendiri. "Are you that stupid?" hinanya retoris.

If I had gone, I would have relieved
Kali ini tulisannya tidak rapi, buru-buru ia membalas pesan di ponselnya. Kalimat jawaban singkat.

Lalu Ia tulis judul tiga kalimatnya, "conditional sentences type 3" Tersenyum, gigi rapinya terlihat jelas di antara bibirnya yang kering. "Silly girl!" Satu kalimat hinaan yang lain dan ia bangkit dari kasurnya, meninggalkan notesnya yang tergeletak sembarangan di antara buku-buku berbagai genre. Conditional sentences type 3, for unreal condition, not a fact but she wish it happen in the opposite.

Monday, November 4, 2013

mimpi #1

Dia berjalan-jalan mengitari lapangan hijau depan gedung rektorat tinggi kampusnya. Baru saja selesai rapat, tapi langkah kakinya tak menuju pulang, ada sesuatu di lapangan sana. Seraut wajah muncul di antara keramaian, disusul berratus kenangan yang membanjiri kepala. Wajah yang sangat familiar. Wajah itu tak menatapnya, tapi sang empu terlihat ingin segera pulang. Gadis berrok panjang abu-abu kebiruan itu beranjak dari lamunannya, berjalan pelan sembari menunggu wajah itu.
Kau tak mengenalku? batin sang Gadis.
Lalu Lelaki itu menyapanya, dengan senyum orang asing yang baru. Satu senti ke kanan, satu senti ke kiri. Sang Gadis memperkirakan.

Mereka berempat menaiki angkutan umum yang sama, ya berempat. Sang Gadis, Lelaki itu, Si rambut keriting dan Si rambut lurus. Si keriting tidak terlalu dekat dengan Lelaki itu, tapi Si lurus adalah sahabatnya, teman bermain sehabis sekolah.
Malu-malu, Gadis tanpa kerudung memulai percakapan. Dengan menyodorkan buku MOS sekolahnya, ia meminta tanda tangan mereka bertiga. Kakak kelasnya. Lalu Si keriting turun, disusul Lelaki itu. Jauh kemudian angkot yang ditumpangi tetiba berubah menjadi becak, lalu Si lurus turun bersama gadis itu. Dan benar saja, di depan rumah Si lurus banyak teman yang sudah menunggunya untuk bermain.
Gadis pemalu itu langsung berjalan cepat pulang. Rumahnya kecil yang berdempetan dengan tetangganya. Rumah dengan seorang ibu yang selalu rapi membersihkan rumah setiap hari. Aneh, saat Sang Gadis menoleh ke rumah yang berdempetan dengan rumahnya, ia melihat lelaki itu sedang makan dengan lahapnya, jadi, kita bertetangga? batinnya lagi.