“Mahkamah, lebih baik
Indonesia tenggelam di dasar lautan daripada menjadi ember-ember bangsa lain”
– begitulah ucapan Bung Hatta saat berumur 25 tahun pada saat diadili di
Belanda setelah dipenjara. (Mata Najwa, 12 November 2014)
Jika saya tumbuh dan berkembang pada saat jaman
kolonialisme, pada saat Indonesia sedang dijajah hebat-hebatnya secara kasat
mata, apa yang akan saya lakukan? Saya tak bisa membayangkan apapun.
Hebatnya, syukurnya, saya hidup di jaman edan. Di jaman
Bangsa ini dijajah tak kasat mata oleh kebudayaan bangsa lain. Kebudayaan
bangsa lain begitu mudahnya meracuni pikiran setiap generasi, melumpuhkan
ingatan akan kebudayaan nadi sendiri, membutakan pengetahuan akan budaya darah
sendiri. Begitu mudah kita jump into
Korean Culture, Japanese Culture dan tentu saja Western Culture. Sementara jika ditanya soal wayang, tari daerah,
lagu daerah dan kebudayaan serta adat istiadat lainnya kita serasa buta aksara,
dan disisi lain begitu mencandu budaya asing tersebut, bukankah perhatian kita
sedang dijajah?
Lama kelamaan, jika terus menerus kita acuh pada budaya
sendiri, bukankah melupakan itu mungkin?
Saya sadar. Dan saya juga merasa terjajah. Kebudayaan korea
dan jepang memang memesona saya, promosi mereka akan bangsanya memang luar
biasa. Mereka mengemas kebudayaan jadi tak kentara, ada dalam drama dan film
yang mereka produksi. Dan Saya hanya bisa mencandu.
Mungkin perlahan-lahan saya harus membaca lagi tentang
budaya bangsa ini, membakar api semangatnya lagi dalam ingatan saya. Indonesia
kaya, sebenarnya buat apa kita melirik rumput tetangga?
12-11-2014