Tuesday, December 31, 2013
'13
Tak mungkin sepertinya, untuk bertemu '13 yang lain. 100 tahun men.
Well, ini dia yang Olivia Yofananda lakukan di tahun yang sudah di ujung bandara keberangkatan ini :
1. Terbang ke Jogja bertiga aja sama temen - first time backpacking
2. Potong rambut model lanang yang ternyata memuaskan hati. Nyoba sesuatu yang baru itu luar biasa men \m/
3. Nyelesaiin semester 4 dengan kece
4. Tetep istiqomah nulis -- meskipun yang ditulis ya begitu-begitu aja
5. Jadi asprak di dua praktikum -- biasa aja sih, nggak becus pisan dikeduanya
6. Lupa sama sesuatu
7. *nggak bisa ditulis*
Kalau dibandingin sama 2012, this year not better than before, I think. Tapi apapun itu, harus disyukuri. Haurusss!
Besok akan ada empat tahun di kolom kanan blog ini. Semoga lebih baik.
Semoga tahun depan segalanya lancar, semoga tahun depan semakin waras, semoga tahun depan bisa lulus, bisa jalan-jalan lagi, tetep produktif biar abadi. Semoga..... *teks hilang*
Ouke. Let's pray together...
Kutukan Khuldi
Tuesday, December 24, 2013
The Host
Saturday, December 21, 2013
Jiwa dan Raga
"Hai, namaku jiwa," kataku dua dasawarsa lalu. Dia mengulurkan tangannya. "Namaku Raga." Sejak saat itu aku memutuskan untuk menjadi temannya. Kemudian kami bersatu, berenang-renang dalam cairan hangat di dalam kantung seorang yang lembut.
Kami tumbuh bersama, hidup bersama. Bermain, mengkhayal dan belajar bersama. Menjadi sahabat yang tak dapat terlepas hingga merasa satu selama bertaun-taun. Aku dan dia serasa satu dalam jenis.
Hingga beberapa akhir ini aku tersadar, aku dan dia bersatu namun tak jadi satu. "Kau kenapa?" tanyaku beberapa hari yang lalu. Aku merasa tak sejalan dengannya kali ini. Dia menggeleng. Aku benar-benar tak tau apa yang terjadi padanya. Meski seringkali yang terjadi padanya adalah karena ulahku. Kali ini aku tak tau alasannya, dia kesakitan saat aku merasa senang. Padahal biasanya dia akan sakit saat aku sedang bimbang atau kalut di saat bersamaan. "Sungguh, kali ini aku tak bisa menebak kau kenapa, ada apa denganmu, Raga?" Lagi-lagi dia menggeleng.
Friday, December 20, 2013
selingan (2)
Wednesday, December 18, 2013
Tidakkah kau...(?)
Pada kabut tipis selimut pagi
Tidakkah kau rindu (?)
Pada kokok ayam di ujung gelap
Tidakkah kau rindu (?)
Pada denting jam tepat angka
Tidakkah kau rindu (?)
Pada rintik hujan bulan September
Tidakkah kau rindu (?)
Pada bau basah rumput pagi
Tidakkah kau rindu (?)
Pada-ku (??)
catatan 20-12-2012
riacau
Dengan tanda tanya yang tergantung di langit-langit ruangku
Ujung lorong dua arah menghimpitku
Bertanya memaksa, jalan mana yang kan kutekuni
Aku menantimu di ujung lorong yang basah oleh kelabu
Membanjir air danau di penjuru sudut
Gelap betah bermuram di hadapanku
Sementara senyum menungguku mengangguk yakin
Kubaca rapal suaramu yang lirih
Sajak patah tak berpita suara menghapalnya
Dengan mataku yang buram
Aku tau kau maknai sejuta pandangan
Sementara aku masih berdiam di satu kalam
Menatap jejak hangat di latar tandus depan mataku
Ku tatap kian menghilang
Ku rasa kian membekas
Ah, aku rindu jemarimu, peluru
Ini rahasiaku, menatapmu ketika matamu sibuk dengan jutaan huruf semu dihadapanmu
-------
ditulis saat menyusuri jalan antara Fakultas Teknologi Pertanian
sampai ke kosan
suntuk menjelma menjadi kelabu
Monday, December 16, 2013
puisi poison
are you okay?
kau baik-baik saja, selalu baik-baik saja.
Jangan melihatku dengan tatapan begitu, seolah aku orang jahat yang siap menerkammu. Aku tak memiliki maksud jahat kali ini.
Lihatlah aku dengan tatapan mengejek, itu lebih baik.
Apa yang kau baca malam ini?
Tidak, iya, aku tak membencimu. Buat apa aku membencimu?
Puisi..
Banyak yang ingin aku tanyakan padamu. Tidak, bukan tentang aku dan kamu. Juga bukan tentang kita (aku dan kamu tak pernah menjadi kita). Tapi tentang dia.
Kau tau banyak tentangnya, dan aku ingin tau. Aku ingin menyelam lagi ke dalam arus pikirmu. Berenang bersama alir merdu katamu, biar tenggelampun aku mau.
Puisi.
Ah, aku bilang aku tak suka puisi. Kau percaya itu?
Aku tak suka puisi - membacanya. Aku suka lirik manis, sajak patah, bait sendu dan kalam basah. Aku suka. Dan betapapun aku suka, apakah aku suka puisi?
Kau tau?
15.12.13.21:24
Thursday, December 12, 2013
Distilasi
Aku mengembara dalam perjalanan pikiranku, tentu sendiri.
Jeda panjang selalu diambil olehnya, seolah banyak yang tergantung dalam pikirannya. Ah, aku pengamat orang yang terlalu sok tau. Kembali aku pandang buku di mejaku. Kosong. Aku sedang malas mencatat. Aku tak peduli.
Dosen pengajar ini kembali menerangkan ini itu, pikiranku kembali terbang. Angka-angka terus dihamburkan, aku tenang menghamburkan waktuku untuk berenang. Menyelami pikiran keruhku sendiri.
Bagaimana jika pikiranku didistilasi?
Pikiranku berceracau.
Seberapa banyak ekstrak yang kudapat?
"Temperatur dan lama waktu distilasi mempengaruhi banyak destilat yang didapatkan, itu dinamakan dengan kondisi unsteady state," lanjutnya dan bla-bla-bla kata-katanya samar-samar ku dengar. Setan sedang bertamu di telingaku.
Monday, December 9, 2013
--
Wednesday, December 4, 2013
selingan
Dia berjalan sedikit terhuyung ke kiri. Semakin ia berjalan, semakin jelas motif bunga-bunga pada celana selututnya. Sementara asap terus berkeliaran di sekelilingku. Jika aku menjadi dirimu, aku akan membawa keduanya dalam satu. Botol air mineral akan kuletakkan di atas tumpukan baju dalam plastik kemudian aku akan membawanya dengan kedua tanganku. Bukankah kemudian akan lebih ringan dan kau bisa tetap berjalan tegap dan anggun. Lalu ia berlalu melewatiku. Aku tak mengenalnya.
Senyum terbit di bibirku, entah untuk alasan apa. "Mas, nasi gorengnya sudah jadi ini." Ibu nasgor menyadarkan lamunan. Kuambil nasi goreng dalam bungkusan dan kuberikan selembar lima ribuan dan selembar dua ribuan. Segera kulangkahkan kakiku untuk pergi, menjauh dari asap yang menyesakkan.
Saturday, November 16, 2013
Conditional Sentences Type 3
If I had had a motorcycle, I would have went there
Dia menulis satu kalimat dalam lembar putih bersampul birunya. Rindu mungkin dengan bolpoin dan tinta.
If I had hold you close, I would have smiled everyday
Kalimat kedua yang ia tulis di baris ketiga, ada jarak sebaris kosong dari tulisan pertamanya. Ia tersenyum, mengejek dirinya sendiri. "Are you that stupid?" hinanya retoris.
If I had gone, I would have relieved
Kali ini tulisannya tidak rapi, buru-buru ia membalas pesan di ponselnya. Kalimat jawaban singkat.
Lalu Ia tulis judul tiga kalimatnya, "conditional sentences type 3" Tersenyum, gigi rapinya terlihat jelas di antara bibirnya yang kering. "Silly girl!" Satu kalimat hinaan yang lain dan ia bangkit dari kasurnya, meninggalkan notesnya yang tergeletak sembarangan di antara buku-buku berbagai genre. Conditional sentences type 3, for unreal condition, not a fact but she wish it happen in the opposite.
Monday, November 4, 2013
mimpi #1
Kau tak mengenalku? batin sang Gadis.
Lalu Lelaki itu menyapanya, dengan senyum orang asing yang baru. Satu senti ke kanan, satu senti ke kiri. Sang Gadis memperkirakan.
Mereka berempat menaiki angkutan umum yang sama, ya berempat. Sang Gadis, Lelaki itu, Si rambut keriting dan Si rambut lurus. Si keriting tidak terlalu dekat dengan Lelaki itu, tapi Si lurus adalah sahabatnya, teman bermain sehabis sekolah.
Malu-malu, Gadis tanpa kerudung memulai percakapan. Dengan menyodorkan buku MOS sekolahnya, ia meminta tanda tangan mereka bertiga. Kakak kelasnya. Lalu Si keriting turun, disusul Lelaki itu. Jauh kemudian angkot yang ditumpangi tetiba berubah menjadi becak, lalu Si lurus turun bersama gadis itu. Dan benar saja, di depan rumah Si lurus banyak teman yang sudah menunggunya untuk bermain.
Gadis pemalu itu langsung berjalan cepat pulang. Rumahnya kecil yang berdempetan dengan tetangganya. Rumah dengan seorang ibu yang selalu rapi membersihkan rumah setiap hari. Aneh, saat Sang Gadis menoleh ke rumah yang berdempetan dengan rumahnya, ia melihat lelaki itu sedang makan dengan lahapnya, jadi, kita bertetangga? batinnya lagi.
Saturday, October 26, 2013
Comparison
Wanita bermata sendu itu masih tekun merapal kata dalam beratus lembar kertas di genggamannya.
"Baca buku ini lagi?" sapa Lelaki bergelung handuk di lehernya.
Wanita itu tersenyum, "iya, agar tak sekedar makna buram yang kutelan, ku rasa aku harus membacanya lagi."
"Ya baguslah, daripada hanya menatap sinar matahari senja dengan tatapan kosong, lebih baik memang membaca saja."
"Memangnya aku sepemalas itu ya?" Ada percikan emosi dalam nada suaranya. Sang lelaki hanya mengangkat bahunya.
Lelaki berkaus merah tua itu memandang lekat langit di hadapannya.
"Lah coba lihat, siapa yang suka melamun," sang Wanita mencibir.
"Indah ya ternyata, sinar matahari yang melewati awan lalu membentuk garis seperti itu."
"Lah, makanya jangan salahkan aku jika aku suka melamun memandangi langit, salahkan langitnya mengapa begitu indah."
"Yeee mana bisa begitu. Biasanya apa yang kau pikirkan selama senja di atap ini?"
Sang Wanita tak menjawab, kembali menekuni bukunya. Tapi mata lelaki itu terus menatap wanitanya. "Mau tau?" Wanita itu tertawa, lalu melanjutkan, "seringkali aku hanya menatap kosong langit lalu berandai-andai melihatnya dari penjuru yang berbeda bersamamu," wanita itu melihat lelakinya sekilas yang tersenyum, "selanjutnya seringkali aku menilai diriku sendiri, sudah baikkah hariku saat itu, sudah bermanfaatkah diriku untuk diri sendiri, sudah bermanfaatkah aku bagi orang lain, atau kadang aku juga berpikir, sudah dekatkah aku pada impianku."
"Apa yang kau dapat dari perenunganmu?"
"Seringkali kekecewaan atas diriku sendiri." Wanita itu menghembuskan napasnya, menyandarkan punggungnya ke tembok di belakangnya.
"Kenapa? Apa yang kau kecewakan? Bukannya kau sudah mendapatkan prestasi atas pekerjaan yang kau lakukan?"
"Because of comparison."
Monday, October 14, 2013
penanda waktu
Monday, September 16, 2013
Surat cinta untukmu
Hai kau, apa kabar? Lama tak bercakap dalam kata. Percakapan satu arah dalam hening rindu. Ah, puisi...
Sunday, September 15, 2013
Surat cinta untuk pelangi
Sunday, September 8, 2013
ke mana-mana
ke dalam diri, terdekat yang terjauh.
Lelaki di sampingnya mengipas wajahnya dengan daun. "Iri?" keningnya mengernyit, keringat membanjiri kausnya.
"Iya iri, aku sering iri pada beberapa orang di dalam hidupku."
"Kenapa harus iri?"
"Karna kadangkala mereka memiliki apa yang aku inginkan, atau seringkali di mataku mereka mendapatkan pencapaian yang lebih tinggi."
Sang Lelaki menawarkan daun kuning itu pada Wanitanya.
"Padahal setiap orang memiliki jalan sendiri, dan modal yang berbeda pula."
"Aha, jika mau diteruskan irinya ya akan jadi iri yang hebat. Kita diciptakan berbeda sedangkan menginginkan pencapaian yang sama, ya mana bisa."
"Iri tidak membawamu ke mana-mana." Lelaki itu terlentang di atas rerumput kering, angin malam berlarian kecil di atas wajahnya.
"Siapa bilang, entah itu iri, entah itu luka, itu akan membawa kita ke mana-mana."
"Ke mana? Neraka?"
Tuesday, September 3, 2013
bicara dengan kepala
delapan hari, lamakah?
well, not really. Ke mana saja? Sebulan kemarin hanya tiga kali mampir ke sini.
rindu?
Tidak, hanya cemburu pada kesibukanmu yang lainnya.
ah aku tak sibuk apa-apa, hanya menenggelami pikirku sendiri. Hampir tiap hari ingin singgah sejenak, tapi jika sudah di depan pintu masuk rumahmu, kata-kataku seolah menguap. Rasa yang meledak ingin kubagikan tiba-tiba mencair masuk ke parit depan rumahmu.
Ah lebay!
Hahaha, iya, aku memang melebih-lebihkan.
Tapi kau pernah bilang, aku passionmu.
Apa aku bilang saat ini tak?
Tidak, apa kau dengar aku berkata seperti itu?
Ku rasa pernyataanmu tadi seolah menuduhku, aku tak lagi sedang. Benar bukan? Mungkin kadangkala aku benar-benar tak bisa merangkai satu kalimatpun, padahal rasa demi rasa terus menyerangku.
Jadi kau tetap kan?
Aha. Karna padamulah aku bisa seenaknya menumpahkan rasa, menjamu kata, dan menopengi malu.
Maksudmu?
Kau tau kan, mana mungkin ku tulis jelas sejelas-jelasnya tanpa bahasa kias pada kalimatku, sementara rasa malu terus bermuntahan kesana-kemari.
Ya, aku tau. Jadi aku hanya untuk pemuas dahagamu akan cerita tanpa suara?
Bukan hanya tapi bisa ku bilang segalanya. Padamu bisa ku tuang ramuan untuk mata dunia, padamu bisa ku bisa berdongeng tentang impian, padamu ku bisa urai kata bodoh tak penting.
...
Kenapa diam saja? Kau marah? Tenang saja, kau bukan tempat sampah, kawan.
bicara pada kepala sendiri
Saturday, August 24, 2013
Let me cau. Racau
"Kenapa memang?" jawabku dengan tanda tanya.
"Kau tanya aku, aku tanya siapa?" Dia menggaruk-garuk kepalanya, aku tertawa.
"Aku sedang kesal." Dia menatapku.
"Aku kesal dengan diriku sendiri, sudah membuat suatu keputusan dan aku rasa itu keputusan yang salah."
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu keputusan yang salah?"
"Entahlah, aku sudah menimbang bagaimana resikonya dan tau seberapa buruk dampaknya, pada akhirnya meski aku sudah memilih tetap saja aku tak bisa menahan pikiranku sendiri terhadapnya."
"Memangnya itu keputusan apa sih?" Semakin tajam dia menatapku.
"Ah kau tak perlu tau. Aku kesal pada diriku sendiri kenapa semakin lama semakin payah."
"Heh! Kau sudah bertambah tua, apa yang kau pikirkan belum tentu benar, jika kau terus saja memikirkan apa yang belum tentu terjadi buat apa? Lagipula, menyesal terhadap suatu keputusan itu apa untungnya?"
Aku diam saja. Memang tak ada gunanya. Malas beradu argumen, aku diam saja.
"Sudahlah, kalau kau memilih terus begini, siapa yang akan membahagiakanmu? Seperti yang sering kau bilang, tertawa saja maka seluruh dunia akan tertawa denganmu jangan bersedih karena kau hanya akan bersedih sendiri. Bahagia itu keputusan juga kan?" Dia menepuk-nepuk punggungku, tersenyum memamerkan gigi putihnya. Aku masih diam saja, memandang langit jauh di hadapanku.
Friday, August 16, 2013
Merah Putih
Kata Merdeka akan banyak dipekik dan diketik hari ini. Dan sepanjang bulan kedelapan ini. Merdeka
Lagi-lagi kata itu akan banyak dibaca, didengar, dan digaung-gaungkan.
Buat apa ucap merdeka, jika penderitaan jelas masih diternakkan oleh makhluk spesies yang sama?
Buat apa ucap merdeka jika kejujuran masih dipenggal di lidah sendiri?
Buat apa ucap merdeka lantang, jika ternyata sadar tak sadar telah jadi hewan pengerat berwujud manusia?
Buat apa ucap merdeka, jika nyatanya hanya ingin dicap nasionalis?
Benarkah bangsa kita sudah merdeka?
Benarkah negara kita sudah merdeka?
Benarkah diri kita sudah merdeka?
..dari kemunafikan,
..dari belenggu keangkuhan,
..dari penjara keegoisan,
..dari ketidakpedulian.
Monday, August 5, 2013
Titik (dan) Sudut
"Ada apa? Ingin keluar kah? Masih suntuk dengan kejadian tadi siang?" Wanita itu lagi-lagi menggeleng.
"Ternyata semua berawal dari titik ini," Sang Wanita menunjuk salah satu sudut rubik itu.
"Apanya?"
Thursday, July 25, 2013
based on last episode
Monday, July 15, 2013
anger
Amat sangat merah, terbakar, meledak. Pernah tidak bekerja dengan sungguh2, meminimalisir kesalahan, tapi pada akhirnya tetap disalahkan? Selalu disalahkan. Selalu mengungkit kesalahan orang lain tapi tak pernah mau bahkan untuk dikoreksipun. TAK PERNAH!
Saturday, July 13, 2013
Sunday, July 7, 2013
Sementara di satu sisi ingin sekali mengikuti kehendak hati untuk bereksplorasi.
Ish!
Jika dengan menyuarakan kata dalam kepala dibalas dengan air mata dan suara bahwa kata itu adalah perlawanan. Mana demokrasi? Mana kebebasan berpendapat? Padahal sudah menggunakan tindak tanduk nunduk. Ini diktator! DIKTATOR!
Tuesday, July 2, 2013
Iki Urip
Saturday, June 29, 2013
Bu Sa Na Da
Wanita tak berbusana.
Apa yang kau pikirkan tentang wanita tak berbusana? Yang ku pikirkan adalah ibu pertiwi. Bukankah dia seorang wanita? Ibu pertiwi seorang wanita.
Tanpa busana. Apa yang kau pikirkan dengan tanpa busana?
Bu sana busa na. Bu. Da. Ya. Busana, budaya.
Ibu pertiwi adalah elok bangsa ini, terbentang dari sabang hingga merauke, hijau biru kuning dan coklat. Berkelok-kelok alir tirta sampai muara biru. Berbeda pekat bahasa dalam lidah antar daerah. Ibu pertiwi, eloknya lambaian kelapa di sepanjang garis lekuk tubuhnya. Ibu pertiwi, elok tanpa busana?
Busana. Budaya. Apalah arti sebuah bangsa tanpa budaya. Budaya adalah penghias tak bisa lepas, penjaga kehormatan agar tak tergilas. Budaya adalah permata, mahkota tanpa singgasana. Budaya adalah bangsa kita, kaya akan budaya. Tanpa budaya, ibu pertiwi bagai wanita tak berbusana.
cita
Kemudian hening di antara kami. Aku tak tau aku ingin ke mana. Mengapa tak seperti dulu saat masih kecil. Pikiranku tersedot ke masa lalu. Masa saat aku begitu mudahnya menentukan pilihan ingin menjadi apa.
Aku pernah menuliskan menjadi guru, aku pernah menuliskan ingin menjadi arsitek dan akhirnya aku hanya menuliskan ingin keliling dunia. Saat di masa pertengahan sekolah menengah, aku begitu ingin menjadi dokter.
Sekarang, jika ditanya aku ingin menjadi apa, selalu kujawab sekenanya, "aku ingin jadi presiden." Semakin bertambah usia, semakin banyak yang dipertimbangkan, semakin tak mudah menentukan ingin menjadi apa. Aku, tak menentukan ingin menjadi apa, aku ingin keliling dunia, aku ingin hidup seribu tahun lamanya, aku ingin bahagia, sesederhana itu. Jika mungkin ada satu profesi yang ingin ku lakukan adalah, aku ingin menjadi....
Wednesday, June 12, 2013
Malang dipeluk gurita
Malam ini gurita memeluk Malang Raya, jadi gelap gulita tak ada cahaya. Sedangkan di sisi lain TPP 2011 besok akan berperang melawan musuh jahat berupa robot Alat dan Mesin Pengolahan, redup semua semangat yang sudah kelam akibat materi yang menggila. Amunisi belum siap untuk diluncurkan. Dehumidifier, Kondensor, High Pressure Processing dan Tranducer akhirnya tertelan gurita yang tak kasat mata.
Tapi ternyata, dunia antariksa tak mati listrik. PLN di sana punya cadangan listrik luar biasa! Coba lihat langit di atas sana, lampu masih gemerlap, dunia malam masih belum dimulai. Coba Malang tak didekap gurita, lampu antariksa tak akan terraba seterang nyala. Hey! Nanti ya, suatu saat mari kita nikmati dunia malam antariksa di tepi gulungan ombak :)
#selip
#lupakanAlsin
Monday, June 10, 2013
Phi Brain ~
Kepala Sekolah, JIkugawa, Gammon, Cubic, Ana, Kaito, Nonoha, Rook, Bishop |
amarah
Friday, June 7, 2013
LAGA PRAJA
satu tim PMR MERPATI MUDA |
yang kutemukan adalah kosong bait tanpa rima
kucari peluru dalam rajam lidahmu,
yang kutemukan hanya merdu dalam lirikmu yang patah
ah siapalah hati yang kau rindu,
aku ingin tau nama yang terselip dalam doamu
agar musnah jalinan kode dari tempurungku
yang memerintah jantung berdetak lebih cepat
saat kujumpa matamu...
kelambu
Thursday, June 6, 2013
judulnya cita dan cinta
"Hallo, kau tambah kurus saja," kulihat wajahnya yang semakin tirus, tulang pipinya menonjol dan matanya sedikit merah.
Dia tersenyum. "Kau sendiri tambah gemuk," balasnya.
Hahaha. Aku tertawa, ya, ku akui aku semakin berisi, celana-celanaku sudah tak cukup untuk ku pakai. Kesal aku.
Dia melihat cakrawala dengan senyumnya, memandang ujung awan senja dengan lengkung di bibirnya. Angin menerbangkan ujung rambutnya dan ujung kerudungku. Aku berbeda empat tahun dengannya, dia lebih muda daripada aku.
"Lihat tuh rambutmu mulai kusam, bercabang lagi," kataku kepadanya. Rambutnya semakin hari semakin merah, namun tetap tebal seperti biasanya. Rambut di bawah bahu itu hari ini diurai, tak diikat seperti biasanya.
Dia menyengir. "Apa kabar rambutmu?"
"Haha, baik-baik saja. Ngomong-ngomong aku rindu dengan celana pendek itu," aku menunjuk celana pendek jeans kebesarannya.
"Eits, kau tak boleh lagi memakai celana seperti ini, hahaha. Hahaha, kau suka dengan rok itu?"
Tuesday, June 4, 2013
Pemahaman
Monday, June 3, 2013
waiting
Monday, May 27, 2013
Angin
Saturday, May 25, 2013
"Siapa yang kau cari?"
Tentu saja diriku yang sebenarnya! Jawabku ketus.
"Siapa yang kau temukan jika kau berhadapan dengan cermin?"
Wajah yang memandang dunia, dengan angkuh, dengan segala lupa atas siapa.
"Lalu kau mencari dirimu dalam kegelapan?"
Ya, karna di dalamnya aku akan buta. Segala cahaya akan redup, dan nyala Cahaya akan terus berpijar di ruang tertinggi. Aku mencari siapa aku, tapi dalam kegelapan yang paling nyata aku akan menghilang. Segalanya lenyap. Aku bahkan tak tau bagaimana akhir akan berakhir. Tak mampu cairan dalam tempurung dan bahkan khayalku untuk menembus yang memang tertutup dan menjadi rahasia.
"Pertanyaan masa kanakmu?"
Aku mengangguk. Tentu saja. Hal itu terus aku pelihara, karena dari satu pertanyaan itulah aku sadar, bahwa aku, ah siapalah aku, dihadapan Kamu.
Ketika aku menjauh darimu, bahkan dengan sengaja. Atau tak sengaja lupa. Bisakah kau menghardikku, meski tanpa suara. Sedikit pertanda, itu saja. Tapi berilah aku kekuatan mata, untuk melihat apa yang harus ku lihat.
Kau.
Seberapa jauh aku darimu?
Wednesday, May 22, 2013
(ke)khawatir(an)
Duumm. Lagi, suara dari film action di televisi. Siapa yang masih betah menonton televisi di tengah malam begini. Selimut dan jaket tak cukup menahan dingin yang bersarang di dalam tubuhku.
Hey, ingat tidak dulu hobimu adalah membuat khawatir! Ada suara dalam kepalaku.
Iya, dulu aku suka sekali membuat orang lain khawatir, pikirku, saat orang lain khawatir padaku seakan mereka peduli padaku. Dan kulakukan itu pada seseorang, yang tiap hari ku khawatirkan.
Puas kau? Suara itu kembali menyapaku.
Saturday, May 11, 2013
k(i)acau
Tuesday, May 7, 2013
Pangkat dan Faktorial
"Hmm?" sang Ibu berkerudung putih sibuk menekuni buku tebal dalam genggamannya.
"Bu, kemarin di sekolah aku baru diajarin bilangan pangkat."
"Oya? Suka?"
Lelaki kecil itu mengangguk meski yakin Ibunya takkan melihat anggukannya, sang Ibu masih sibuk memahami jalinan kata dalam lembarannya.
"Asik ya bu, padahal ditulisnya lebih kecil dari bilangan yang dipangkatkan, tapi bisa melipatgandakan yang lebih besar."
Sang Ibu tersenyum. "Kakak juga gitu ya."
"Ha? Apanya Bu?" Dia meletakkan bolpoinnya, mendengarkan ibunya hingga berkerut kulit dahinya.
"Ya itu, seperti bilangan pangkat, meskipun kakak masih kecil, kakak bisa melipatgandakan yang besar, ibu sama ayah misalnya."
Lelaki kecil berkulit bersih itu diam, masih tak paham apa maksud ibunya.
"Meskipun kakak itu kecil, kakak itu berada di ujung atas hidup ayah dan ibu, prioritas, kalau kakak belajar sungguh-sungguh, bukan cuma kakak yang diangkat derajatnya, tapi ayah sama ibu juga."
Anak lelaki itu tersenyum pada ibunya.
"Kakak tau lambang faktorial?"
Diam. Sang anak mengerutkan dahinya, mencoba mengingat lambang yang ibunya maksudkan.
Saturday, May 4, 2013
Kau, kawan terbaikku
Monday, April 29, 2013
Angin dan Orbit
Saturday, April 27, 2013
betapa aku ingin berlama-lama berbagi cerita denganmu meski dalam sekat seribu kilometer.
betapa aku ingin berbagi ide dan buah pikir denganmu, di pangkal senja dalam riuh angin mesin.
betapa aku ingin hanya sekedar berbicara, dan diujung cerita selalu ada tawa.
Ah Papa,
aku ingin menangis dipelukanmu seperti dulu. melepaskan semuanya yg menyesakkan hariku, berpura-pura tak ada apa.
aku ingin menangis seperti dulu, dan kau hanya menepuk-nepuk pundakku. aku ingin menangis tanpa bersembunyi menyembunyikan bengkak kelopak mata.
Papa, mengapa aku begitu rindu?
Monday, April 22, 2013
kau tak ku sebut bintang karna kau tak tiap saat ada,
tampak maupun tak tampak.
kau tak ku sebut bulan karna kau tak pernah berdusta,
bersinar atas cahayamu sendiri.
Ku sebut kau malam,
karna mengenalmu membuatku terjaga akan cahaya. Aku bukan pagi, apalagi siang. Aku tidak ada, seperti kataku biasa.
Kita berada dalam semesta yang berbeda, tapi mampu kuucap kau lewat kata.
Kau fatamorgana, aku angin. Kita segaris jika panas berawan. Aku dan kau diciptakan berbeda tak sama dalam semesta dua.
Aku kamu.
Ini adalah sajak terakhirku tentangmu, malam. Jika suatu kali kukata lagi malam, itu bukan tentangmu, itu tentang malam, yang dengannya tanpa pernah aku bosan.
Sajak patah dipangkal malam, kali ini ku sebut namamu dalam doa, tanpa aku sebagai objek, hanya kau dan predikatmu.
Selamat malam, malam.
Saturday, April 20, 2013
Pagi Buta
Thursday, April 18, 2013
untittled ----
Tuesday, April 16, 2013
School 2013
Sunday, April 14, 2013
bukanlah senja
bukanlah pantai
bukanlah biru
bukanlah bintang
yang paling aku sukai.....
adalah....
menjadi diri sendiri...
tertawa saat aku ingin tertawa
menangis saat aku ingin menangis
marah saat aku ingin marah
tapi hidup bukan hanya tentang diri sendiri
kadang dituntut menjadi aktris kondang untuk sekedar memandang wajah dalam cermin
.....
Tetap saja,
aku benci bahkan berdusta pada diri sendiri
yang paling aku sukai adalah
menjadi diri sendiri...
Monday, April 1, 2013
horizontal line
"Kenapa?" Lelaki berkacamata yang sedari tadi sibuk membaca kitabnya, heran mendengar Wanita berkerudung di sampingnya yang menggeleng-geleng dan berdecak-decak sendiri, "Ada apa?" tanyanya lagi sambil mengintip handphone yang digenggam wanitanya.
"Ini coba baca," Sang Wanita menyodorkan handphonenya. Lelaki berkacamata nan penyabar itu hanya tersenyum membacanya, menatap lembut Wanita di sampingnya kemudian kembali menekuni kitabnya.
Wanita berkerudung putih itu kembali berselancar bersama jaringan dalam teknologi pintarnya, mengunjungi situs-situs favoritnya, membaca bacaan-bacaan yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri. Mereka berdua tenggelam dalam lautan kata-kata masing-masing, menanti matahari benar-benar menyapa bumi di tenggara Asia. Masih tak jauh lepas dari subuh.
"Apa yang Kau pikirkan setelah membaca kata-kata itu?" Sang Lelaki berbaju taqwa hitam itu menutup kitabnya dan meletakkan kacamatanya. 'Aku tau pasti ada yang kau pikirkan setelah membaca kalimat itu, wanitaku,' batinnya.
"Menurutmu?" tanya Sang Wanita balik, tetap menatap layar pintarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Sedari tadi aku sudah menghidupkan radarku, mencoba membaca pikiranmu, tapi masih tak sanggup ku eja apa yang ada di sana," Lelaki yang masih bersarung itu menatap Wanitanya serius, mencoba menggodanya.
Saturday, March 30, 2013
Kinanthi : agama dan budaya, cinta dan cita
Friday, March 29, 2013
Apapun itu
Kuambil ponselku, memasang headset di ujungnya, lalu memilih playlist lagu-lagu favoritku, Dear God, Feel, Knockin' on Heaven Door, lalu More Than Words. Beranjak lagi ke lagu-lagu lainnya, lagu-lagu yang dulu pernah jadi lagu sendu, Good Bye, hey! Aku dulu pernah menangis mendengar lagu ini.
Aku menggali-gali lagi kenangan-kenangan lamaku, memangkas waktu, merapatkan rasa, daaan tak kutemukan lagi sakit dan duka yang dulu membakar senyumku. Tak kutemukan lagi air mata yang membuatku seakan hancur, berlebihan, ingin kutertawakan diriku yang dulu, menyedihkan, kekanakan. Benar bukan, rasa, apapun itu, bisa menjadi hambar dengan berjalannya waktu, ya, sedihku luruh, rasaku? Masih perlu ditanyakan? Tidak ada lagi di sana, meski sudah kucari, meski sudah kucoba untuk ditemukan, tidak ada lagi di sana, tidak ada lagi. Entah ke mana.
Waktu, apapun itu, meski tak nampak, bukankah ia adalah media transformasi yang handal? Rasa, apapun itu, bukankah tak pernah selalu sama? Karena bukan aku, bukan aku yang mengendalikan semuanya, bukan aku. Aku tak punya kendali akan rasaku sendiri, sungguh.
ada senang, ada bahagia, ada tenang, ada tawa. berputar-putar di kepala. riang. tapi sungguh, mengapa tak bisa mencintai?
ya, bukan aku.....
Thursday, March 28, 2013
kau
kemarin aku sempat takut, kuku jari tanganku sungguh membiru, ku pikir kau akan datang saat itu..
kapan kau menyapaku?
tiba-tiba aku berpikir, sempatkah aku berpamitan pada orang tuaku saat kau datang..
kau, dimana sekarang kau berada?
kadangkala aku ingin kau datang saja saat dingin merayap di tulang tungkai kakiku, menjelma menjadi salju yang membeku, kupikir kenapa kau tak datang saja?
ah, kau seberapa jauhnya dariku?
bisakah kau berikan pertanda saat kau akan datang? ah iya, setiap hari adalah pertanda, setiap saat adalah waktu yang berubah wujud menjadi kau, jika aku terus sadar dan membuka mata..
kau, apa yang akan kau lakukan kemudian?
nanti, antarkan aku pada Rinduku, bisa tidak ya?
kau, kereta kematianku....
Tuesday, March 26, 2013
Ijazah
Ah tentu tidak, sekolah adalah cara untuk mengenyam pendidikan. Eh, tapi...
Kalau itu tak ada, bagaimana kita bisa mencari pekerjaan nantinya, bukankah ijazah adalah salah satu tanda bahwa kita sudah mengenyam pendidikan?
Monday, March 25, 2013
apa judulnya ya?
Sang kakak menoleh, tersenyum, "kenapa tanya begitu?"
"Kakak sering melamun dan kadang tersenyum sendiri saat membuka handphone kakak," kata Sang adik polos.
"Tentu kakak bahagia, dilahirkan di keluarga yang kaya begini, apalagi yang harus disedihkan?"
"Kaya?" tanya Sang Adik heran.
"Iya, keluarga kita itu keluarga yang kaya, kaya gelak tawa dan canda gila, iya tidak?"
"Haha, benar, meski sering ada teriak marah dan raungan geram, tetap saja, rumah ini penuh tawa," kata Sang Adik sambil setengah membayangkan kejadian-kejadian di dalam rumah mereka.
"Jika sudah jauh dari rumah nanti, baru akan terasa bagaimana hangatnya rumah ini," ada nada sedih dalam suaranya.
Thursday, March 21, 2013
aku?
Mengapa yang kau tampakkan hanya ilusi dari raguku?
Aku ingin berjumpa, meski tiap hari ku berdusta.
Mengapa yang kau tunjukkan yang tiada?
Aku Rindu, padamu. Ya. Padamu.
Akankah aku jadi kekasihmu?
Aku berdusta,
Aku bersalin rasa,
Aku tanpa daya.
Aku. Siapa aku?
Mengapa kau adakan aku?
Mengapa kau tiupkan aku dalam raga manusia?
Siapakah aku?