Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

barangkali hanya sebuah kata saja yang sanggup menggambarkan
barangkali hanya sebuah tanda baca saja yang harus dipenuhi
barangkali hanya sebuah jeda saja yang dibutuhkan
sayangnya, yang tersaji tak hanya sebuah

Thursday, October 3, 2024

 "Sungguh? Kau bisa setangguh itu?" pekiknya mengganggu telingaku. 

Tidak. Aku tak setangguh itu. Aku hanya segila itu.

Lalu dia mendekatiku, mengusap punggungku pelan-pelan. Tanpa berkata apapun. Dia selalu tau apa yang aku butuhkan. 

Terisak. Jatuh semua bendungan yang kutahan sejak pagi tadi. Aku sedih. Aku kecewa. Aku merasa tidak berharga. 

Dia tak berucap sedikitpun. Masih mengusap punggungku, dengan tekanan di pangkal usapannya. "Kau luar biasa. Jika orang lain ada di posisimu, belum tentu mereka bisa sepertimu. Ya, mungkin mereka akan lebih pintar mengambil langkah-langkah lainnya, hehehe" katanya, menyebalkan, sambil tetap mengusap punggungku. 

"Kau sudah melakukan yang terbaik, seperti yang engkau inginkan kan? Tapi..." jeda dalam kalimatnya. 

"... apakah begitu yang kau butuhkan?" sambungnya lagi.

Dia tak butuh jawabanku. Dia hanya ingin memantik kesadaranku. Meski dia juga tau apa yang paling berharga dalam hidupku, pun apa yang paling terdalam dalam hatiku. 

Dia masih mengusap-usap punggungku, dan aku masih terisak dalam tangisku. Aku lelah. Izinkan aku marah, izinkan aku menangis. 


Thursday, September 19, 2024

EMPAT TAHUN

 Luar biasa


EMPAT TAHUN

tidak berkunjung di tempat ini. 

BANYAK yang berubah

Aku sudah lulus kuliah S3

Anakku sudah dua

Dan aku sudah bekerja. 

Menjadi tenaga pendidik, seperti cita-citaku, kata beberapa orang dekatku. 

Yah, aku memang ingin menjadi dosen dimulai periode akhir kuliah Strata satuku. Ternyata setelah 10 tahun, Yang Maha Mendengar, mengabulkan keinginan hambanya yang kecil ini. Meski tentu, mana pernah aku bermimpi bisa menjadi dosen di tempat ini. Tidak sekalipun. Dalam mimpi tertinggi pun, tak pernah aku berkhayal bisa bekerja di tempat ini. Tiba-tiba saja, atas dorongan manusia paling impulsif di dunia, aku mendaftar dan diterima di sini. 

Ternyata seru juga menjadi pendidik. Ternyata asik juga mengajar di kelas. Pekerjaan pertama pada usia 30 tahunku. 

Bagaimana perubahan mentalku selama 4 tahun ini? 

Friday, February 7, 2020

Di pinggiran kasur, aku menatapmu. Tidurmu sudah pulas, nafasmu sangat tenang, tidak tersisa sama sekali kemarahan yang begitu buas menguasaimu. Kuusap pipimu. Air mataku yang tumpah. Ah, betapa aku mencintaimu. Kau menggeliat, kesadaranmu mulai terkumpul, lalu menatapku dengan sayu. Aku tersenyum, setelah berjam-jam menangis di hadapanmu. Rasanya ingin kuucapkan beribu kali, aku mencintaimu. Rasanya ingin kupeluk dan tak pernah kulepaskan, hingga hewan buas dalam dadamu itu menghilang dari jiwamu. Kucium pipimu. Kau tau, kau adalah satu-satunya orang yang mampu membuatku menundukkan hewan liar dalam diriku sendiri. Kau tau, kau satu-satunya orang yang aku rela melepaskan apa saja untukmu. Aku mencintaimu. I love you, unconditionally.

Penantian

Pukul 14.17, Jumat 7 Februari. 
Aku membuka akun blogger-ku tanpa ada satupun topik yang ingin kutuliskan. 
Rindu?
Bisa jadi. Aku rindu menulis bebas tanpa dasar teori, hanya berdasarkan perasaanku, pemikiranku sendiri. Yah, yang seringkali awut-awutan, tentu saja. 
Minggu ke-37 kehamilan. Sudah tidak sabar segera bertemu si bocah. Memeluk dengan lengaku, tak lagi memeluk dengan perutku. Meski sebenarnya was-was, bisakah aku menjadi seorang ibu? Sesungguhnya ibu yang yang dapat menjadi tempat pulang anaknya. Setelah kalimat sebelum ini tertulis, aku membuka tulisan lamaku tentang teori-teori orang tua dan anak. Ah. 


1
2 
3

Ternyata hanya tiga tulisan tentang orang tua dan anak, selebihnya adalah tulisan tentang Sang Lelaki dan Sang Wanita. Dua tokoh yang abadi dalam kata-kata. 

Saturday, July 20, 2019

Kau Tahu

"Apakah kau mencintainya?" tanyanya sambil melirik perutku. 
"Tentu, dia alasanku bertahan hidup."
"Bukan untuk dirimu sendiri?"
"Selama ini aku hidup untuk kedua orang tuaku. Kini untuknya."
"Sejak kapan kau kehilangan dirimu sendiri begini?" tanyanya, ada nada sedih pada suaranya, justru ingin membuatku tertawa. 
"Kau tau itu," jawabku akhitnya menahan tawaku.

Rindu Kembali

"Sudah berapa lama kau tak menulis?" tanyanya sinis. Pertanyaan pertama setelah sekian bulan lamanya, dia lontarkan dengan nada sinis. 
"Entah," jawabku malas-malasan. 
"Tidak rindu?" masih dengan nada sinisnya. 
"Rindu. Seakan kehilangan diriku sendiri, kehilangan arti dari diriku sendiri."
"Itu karena kau menilai bahwa kau ada saat kau berpikir dan menulis," komentarnya lagi.
"Ya. Kau sangat mengertiku."
"Jadi apakah kau akan berpikir dan menulis lagi?"
"Tak tahu," kali ini aku meragu.
"Lantas buat apa kau kembali?"
"Aku merindukan diriku sendiri."
Tak ada pertanyaan lagi. Dia selalu mengerti aku. Pertanyaannya hanya ingin menggiringku pada kesimpulan akhir ini. Dia selalu tau jawabanku atas pertanyaannya. Aku. 

----

Sunday, January 28, 2018

Bawangku bukan Bawangku

(koleksi pribadi dari bawang penelitian)
Aku dipaksa berkenalan. Maka kuberanikan diriku. "Hai," sapaku, kaku. "Hai, aku bawang merah," katamu, riang. "Onion?" tanyaku sok tahu. "Bukan, salah! Aku shallot." Lalu kita mulai saling mengenal. Kau labil, aku juga. Kau susah ku cari, aku mudah menghilang. Tapi aku tak mau lari, maka kau terus ku kejar, meski lambat.

Sudah sekian lama, maka ku beranikan diri bilang.
"Aku mencintaimu," kataku, malu. Cinta tapi begini. Cinta tapi begitu. Sebenarnya, supaya ku kuat terus bertahan. Lama tak terdengar, kau jawab pelan, "aku juga mencintaimu."
Aku terdiam, benarkah itu? Kau tau artinya raut wajahku yang ragu, maka kau katakan "aku mencintaimu, tapi tetap membuatmu menangis? Maaf. Tapi sesungguhnya itu bukan sepenuhnya salahku. Kau juga harus tau, bagaimana harus menghadapiku. Bukankah sudah lama kita saling mengenal? Harusnya kau lebih paham."
Aku terdiam. Serasa ditampar. Ya, aku yang seharusnya lebih paham.

Tetap saja, boleh ku katakan lagi? "Aku mencintaimu. Mari membuat kisah cinta yang lebih cantik lagi. Ah maafkan aku." Kataku. Lalu kau tersenyum. Keluar tunasmu, matilah aku. Lagi-lagi, aku yang salah. Ah, aku bisa apa? Oh, lagi-lagi.

Sunday, January 7, 2018

Kedua : untuk lelakiku



Ternyata kita banyak beda
Aku perempuan
Kau laki-laki
Itu yang pertama
Selanjutnya
Aku mengingat dengan retinaku
Kau mengingat lewat gendang suaramu
Aku suka barisan huruf yang diam
Kau suka gambar yang bergerak
Aku suka nada-nada lama
Kau suka semua nada,
kau punya kemampuan luar biasa dengan suara
Aku suka mengabadikan peristiwa dengan gambar
Sementara kau mengabadikan dengan gambar bergerak pun bersuara
Aku tak suka ini, tapi kau suka ini
Aku suka itu, kau tak suka itu
Ternyata terlalu banyak beda
Kita hanya sama sama
Menyukai warna biru
Mudah masuk angin
Tak suka berkeringat
Hanya itu saja. Ah, dan satu lagi,
KITA PUNYA RASA YANG SAMA. dan visi yang sama.
Mudah-mudahan.

Pertama : untuk manusia yang memantik tawaku, lagi.


Teruntuk kamu,
Yang namanya ku sebut dalam doa sederhanaku.
Ah. Aku tau, ini terlalu dini. Aku sudah berani bilang aku suka padamu. Mudah-mudahan kau tak percaya. Bahwa aku suka padamu. Supaya kau tak membuatku semakin jatuh. Ah, maksudku hatiku yang jatuh. Jatuh hati.
Hanya dua minggu saja, dan aku mulai menyukaimu. Aku suka bagaimana kau membuat aku tertawa. Dengan tingkah dan kata-kata konyolmu. Aku suka bagaimana caramu bercanda. Tanpa dipaksa, tanpa terpaksa, tanpa pusing memutar kepala. Mengalir begitu saja. Dan itu sanggup membuat setiap hariku dipenuhi ledak tawa. Oh! Aku sudah lama tak sebahagia ini.

Wednesday, December 20, 2017

Petang? Senja?

“Katamu aku petang.” Omelmu hari ini. Sudah lama aku tak mendengar omelanmu.
“Ya, kau memang petang. Kau mau aku sebut apa lagi?” Kataku, sok cuek padahal ingin tertawa.
“Kenapa tak kau sebut senja? Bukankah sama saja?”
“Nope. Tidak sama. Senja dan Petang jauh berbeda. Hanya beberapa detik, tapi jauh berbeda.”
“Apa maksudmu berbeda? Mereka sama saja.”

Friday, November 10, 2017

Keluarlah ! Pindahlah !

Lima belas menit sudah hujan mengguyur kota ini. Tidak deras tapi cukup untuk membasahi seluruh pakaian. Tiga menit sudah sepasang lelaki dan wanita itu mengantri. Ya, mengantri hanya untuk melewati sebuah jalan. Kota macet, biar hujan tetap macet. Sepanjang jalan yang sempit dan kendaraan yang padat. Kombinasi yang pas untuk meluapkan emosi, tapi sepasang lelaki dan wanita itu tak pernah emosi, mereka hanya diam dalam jas hujan masing-masing. Menamati pemandangan yang sering mereka lihat dan tak juga berubah. 

Tuesday, September 5, 2017

Baiklah, aku sisipkan sedikit jeda dari beribu spasi yang sengaja aku ketikkan. Spasi untuk kegiatan yang membuatku lupa akan masalah dan perihal kehidupan lainnya. Jatuh cinta, terlalu sederhana ternyata. Itu tentang melupa dan mengingat. Itu tentang tawa dan air mata. Aku selalu selalu bilang itu sepaket. Jatuh cinta selalu berpasangan dengan patah hati. Hanya, jatuh cinta ada diawal cerita sedangkan patah hati entah ada diperiode kehidupan yang kapan. Laksana pertemuan dan perpisahan, begitulah jatuh cinta dan patah hati ditakdirkan, selalu sepaket. Tak percaya? Aku tak memaksamu untuk percaya. Karena katanya kepercayaan itu hak sepenuhnya dari seorang insan. 

Sudah sekian menit aku memutuskan untuk menulis di kolom yang jarang ku buka. Hanya sesekali saja. Dan sekali itu pun jarang ku laksanakan dalam sebulan. Aku mencinta kata. Aku masih mengagumi rima. Aku pun masih sering mengolah rasa. Tapi, lagi-lagi jatuh cinta yang ini membuatku lupa. Bahwa aku punya dunia lain, yang akan selalu ada menampung tumpahan aksaraku. Ah ~ 

Mungkin sudah waktunya aku menutup lagi kolom ini. Untuk menghitung keperluan bahan kimia yang dibutuhkan. Ternyata aku juga rindu, laboratorium dan kesibukan yang membuatku lupa daratan. 

SELAMAT MELANJUTKAN HIDUP

Percakapan langit

Ah rindu percakapan langit. Kaki yang tetap menapak di bumi, pikiran yang dipenuhi kabut, dan detik yang terus berputar. Berkeliling antara 1 dan 12. Terus menerus hingga kokok ayam menyadarkan. Bahwa matahari sudah selesai istirahat. Dan hey! mata belum terpejam barang semenit. Alangkah asyik, percakapan langit.