Setengah jam lebih mereka berada di dalam pelukan malam,
memandang langit dari kejauhan dengan pikiran yang mengambang dalam alam khayal
mereka.
“Menurutmu bulan dan matahari saling mencintai tidak?” tanya Sang Wanita kepada Lelaki kemudian, memecah sunyi.
“Iya,” jawab Sang Lelaki dengan singkat.
“Kenapa, bukankah mereka tak pernah bersama?” Mereka
berbincang tanpa saling menatap, mereka terus menatap langit di atasnya, tak
pernah bosan bercengkrama dengan angin malam.
“Karena mereka saling mengisi kekosongan waktu,” jawab Sang
Lelaki. Wanita di sampingnya hanya diam, tersenyum tanpa berkata-kata. “Menurutmu?”
tanyanya kemudian.
“Iya sama, mereka saling menatap meski dari jauh, saling
mengisi kekurangan satu sama lain. Bulan tak bisa bersinar dan matahari
meminjamkan cahayanya. Matahari tak bisa menerangi dunia saat malam dan bulan
menggantikan posisinya. Benar yang kau katakan, mengisi kekosongan waktu,” kata
Sang Wanita, menarik napasnya panjang, lalu melanjutkan, “satu lagi, mereka
berdua selalu patuh dengan perintah penciptanya, tak pernah absen dan tak
pernah terlambat bertugas.”
“Juga cintanya tidak hanya dirasakan oleh mereka berdua tetapi
juga dirasakan oleh banyak orang,” tambah Sang Lelaki.
“Aha! Terpikir olehku, mengapa manusia yang punya akal
sering terlambat melakukan sesuatu, sedangkan matahari dan bulan, mereka tidak
pernah terlambat, sangat berbeda dengan manusia. Apa matahari dan bulan punya akal ya? Dan lagi,
harusnya kita sebagai manusia bisa seperti matahari dan bulan, saat saling
mencintai satu sama lain, bukan hanya dua orang yang merasakan cinta itu, tapi
banyak orang lain dan makhluk lainnya, bagaimana menurutmu?” tanya Sang Wanita,
Lelaki di sampingnya hanya tersenyum dan mengangguk.
Lalu mereka berdua terdiam, menekuni khayalan masing-masing,
merasakan angin semilir malam merangkul mimpi mereka dan menerbangkannya ke
angkasa.
“Kau lebih suka apa, bulan atau bintang?” tanya Sang Wanita
lagi, dia menatap Lelaki di sampingnya.
“Matahari!” jawab Lelakinya, lantang.
“Hey, aku bertanya bulan atau bintang, tapi kau jawab
matahari, hahaha,”
“Ah, biar saja, aku lebih suka matahari karena
keperkasaannya memancarkan sinarnya ke bumi tanpa lelah tanpa pernah mengeluh
sedikitpun,” jawab Sang Lelaki tanpa memandang Wanitanya.
Sang wanita mengangguk dan berkata, “Okelah, bulan memang
hanya bisa meminjam saja, walau dengan begitu dia bisa menemani manusia di bumi,
menambal sisi lemah matahari yang tak bisa muncul saat malam hari.”
“Tapi matahari kagum pada bulan, karena begitu indahnya
membuat malam yang semula tampak gelap gulita. Sehingga ia rela memberikan
cahayanya kepada bulan, meski cahayanya hanya sekedar penghangat bagi Sang
Bulan.” Sang Lelaki tersenyum pada wanitanya. Sang Wanita menatapnya, tersenyum, 'wah kau mulai jadi pengkhayal ya sekarang, Lelakiku' batinnya. Lalu Sang Wanita menyadari, “eh, bukankah sebenarnya sepanjang waktu matahari berbagi
cahaya dengan bulan, mereka hanya berada di posisi berbeda untuk membentuk
siang dan malam, di bumi.”
Mereka terdiam. Menghirup napas panjang-panjang.
Mereka terdiam. Menghirup napas panjang-panjang.
“Menurutmu, bagaimana matahari berkirim pesan pada bulan?”
tanya Sang Lelaki.
“Tak butuh komunikasi untuk dua makhluk yang sudah
diciptakan untuk selalu bersama.”
“Kau tau, kemarin matahari membocorkan rahasianya kepadaku,
katanya mereka berkirim pesan melalui bintang-bintang yang berjejeran hingga
sampai kepada bulannya,” kata Sang Lelaki, melampaui khayalan Sang Wanita.
“Bintang dan bulan itu jauh, dan bukankah matahari itu
sendiri bintang?” tanya Sang Wanita, sifat keras kepalanya mulai muncul.
“Iya, tapi bukankah ada bintang-bintang kecil yang menemani
mereka di angkasa,” kata Sang Lelaki mempertahankan pendapatnya.
“Tidak, menurutku tetap saja, tak butuh komunikasi, hanya
dengan bertatap saja mereka sudah saling mengetahui dan memahami, tanpa
kata-kata mereka tetap setia,” Sang Wanita tetap kokoh dengan jawabannya, keras
kepalanya muncul, benar-benar muncul.
Angin seakan mendengarkan percakapan mereka berdua, dan
tertawa mendengar perdebatan tentang komunikasi matahari dan bulan ini. Sang
Lelaki mendenguskan napasnya, malas untuk mendebat lagi. Lalu ia bertanya pada
Wanitanya yang sedang mencoba menghitung bintang-bintang di atas, “Darimana
mulanya mereka bisa saling jatuh cinta?”
Sang wanita menoleh, menatap Lelakinya dan menjawab, “sejak
mereka diciptakan pertama kali oleh Tuhan, saat bertemu pertama kali dan
menerima perintah tanpa bantahan. Dan jatuh cinta setiap hari, beriringan
dengan menjalankan perintah tanpa pernah melanggar. Dan mungkin akan terus
jatuh cinta sampai nanti dihancurkan,” katanya lalu menatap langit kembali.
“Bulan itu, apa benar ya pecahan matahari sama halnya hawa
dari tulang rusuk adam?” tanya Sang Lelaki sambil menerawang.
Sang wanita menatapnya lalu tertawa, entah apa yang ada
dipikirannya.
-------
lagi-lagi ini kata-kata Sang Lelaki bukan kata-kata saya,
ini kata-kata si aki aki -__-
4 comments:
Oliv, numpang woro woro aja,
Monggo kunjungi www.yellowy.us
Catatan:
- Untuk hasilan terbaik, silahkan buka dengan laptop ataupun perangkat lain dengan lebar resolusi layar minimal 768px, karena tidak di desain responsive...
- Semua hal yang anda saksikan adalah benar, bukan fiktif ataupun rekayasa walaupun ada kesamaan nama ataupun tempat...
- Ditunggu kunjungannya, atau feedbacknya minimal doanya...
Terima kasih
Tambahan:
Jangan bilang WOW, tetapi kalau ingin SALTO dipersilahkan :)
Ihiy mau nikah ya maas, barakallah ya mas :)
Aamiin...
Tak tunggu kehadirannya ya, bareng2 sama anak2...
Post a Comment