10月4日Ku tuliskan “jika
aku tak punya kepala” pada notes handphoneku. Aku lupa ingin menulis apa. Begitulah,
ternyata aku seorang manusia, yang bisanya lupa. Dan kadang sungguh tak bisa
melupa.
Tapi, jika aku tak punya kepala, apa jadinya? Jika tiap
manusia tak punya kepala, bagaimana jadinya?
Karena pada kepala, tempat tertinggi pada manusia, keangkuhan
dan kesombongan bermula. Dari kepala, pandangan merendahkan itu berasal, dari
kepala suara sumbang diabaikan, dari kepala pula, lidah mudah merajut luka.
Jika ku cerna kepalaku, mencacahnya dengan geraham, mencabiknya
dengan taring dan kucampur dengan saliva. Bagaimana jadinya aku? Sampai ilieum, apa yang bisa diserap dari kepalaku. Mungkinkah
dia miliki zat arang untuk energiku hidup, mungkinkah dia masih memiliki gugus
gugus asam amino untukku tumbuh, mungkinkah dia masih memiliki semuanya yang
bisa kugunakan. Atau sekedar serat, si penambah massa. Atau ah.
Jika aku tak punya kepala, dan semua manusia ditakdirkan tak
punya kepala, apakah ini semua akan berubah tak begini adanya?
Entahlah, kepalaku sedang beradu argumen.
0 comments:
Post a Comment