“Namaku angin,” kataku.
“Namaku asap,”katamu. Kita berjabat tangan.
“Darimana asalmu?” tanyamu kaku, batuk menyusul pertanyaanmu
itu.
“Aku berasal dari udara yang bergerak, sementara dirimu?”
“Aku? aku berasal dari pembakaran tak sempurna dari suatu
bahan bakar yang terbang bersama udara yang tak berwarna,” ada nada kesal dan
kecewa dari jawabanmu. Mudah sekali terbaca perasaanmu itu, atau mungkin kau
sengaja menunjukkannya?
Aku manggut-manggut, mengerti dengan penjelasanmu. Bukankah
sebenarnya kita sama saja? Sama-sama terbang ke angkasa, hanya saja kau mudah
ditandai oleh indra pengelihatan dengan wujudmu yang kelabu, sementara aku sulit
sekali untuk dilihat – meski aku ingin sekali – hanya bisa dirasa saja. Ah iya!
Aku bisa dilihat dari apa-apa yang kusentuh, mereka selalu mengatakan daun-daun
yang jatuh disebabkan olehku, layang-layang yang terbang juga karena ada aku,
kata mereka, manusia. Dan mereka selalu menantiku jika sedang kepanasan, ingin
menerbangkan perahu layar, mengeringkan baju dan tentu untuk menerbangkan
layang-layang.
Kembali lagi pada seseorang yang baru ku kenal didepanku
ini, dia melamun entah memikirkan apa. Dan seperti biasa aku tak sungkan
mengajukan pertanyaan ini jika lawan bicaraku aneh seperti ini, “apa ada
sesuatu yang terjadi padamu? mengapa?”
“Ya, ada sesuatu yang terjadi padaku,” wah jawaban yang tak
sesuai dengan yang ku sangka, aku tau jawaban ini ada lanjutannya, mak tak
perlu ku sela kalimatnya. “Akhir-akhir ini orang-orang sering membicarakanmu,
mengatakan bahwa aku jahat, aku tak ada gunanya, aku hanya polusi udara, aku
perusak ozon dan mereka ingin mengenyahkanku dari dunia ini,” katanya sambil menghela
napas panjang.
Aku turut prihatin, aku juga pernah dicaci maki. Saat aku
dan teman-temanku bermain bersama, berlari terlalu cepat dan tak sengaja
membuat kerusakan, mereka akan mencaci maki kita. Ah sudahlah, ini masalahnya
beda. Aku menepuk pundaknya dan enteng berkata, “sudahlah kawan, mereka mah
orangnya gitu, bukankah kau buah perilaku mereka sendiri, sudahlah jangan
bersedih, kau hanya akan bersedih sendirian. Percayalah tak ada yang diciptakan sia-sia, seburuk apapun dirimu, setidaknya aku percaya masih ada orang-orang yang akan sadar bahwa betapa pentingnya menjaga lingkungan dan kesehatan karenamu. Percayalah, dan bersyukurlah sudah diciptakan, kau hanya perlu memainkan peranmu dengan sempurna. Mari, aku ajak kau terbang!”
Angin tak menanti asap
mengangguk dan berkata ya, ia menggandeng tangannya dan terbang bersama di
angkasa.
0 comments:
Post a Comment