Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, August 5, 2013

Titik (dan) Sudut

Dentang jam riang berbunyi menunjukkan pukul 11 malam. Angka 23:00 dalam jam digital Lelaki itu tak menghentikan kegiatannya, menonton siaran pertandingan sepak bola klub favoritnya. 10 menit lagi dan pertandingan ini usai, batinnya. Refleks Lelaki berkaus putih itu menoleh ke arah jendela di mana ada Wanitanya sibuk mengamati sesuatu. Lelaki itu menggelengkan kepalanya.
"Yeah!" Dia mengepalkan tangannya, kecintaannya pada klub itu tak pernah tergantikan sejak ia masih berseragam putih merah. Lalu dia menghampiri wanitanya yang masih tak beranjak dari meja di dekat jendela. "Ckck, mau ku ajari main rubik kah? Kok sedari tadi cuma gantian melihat rubik, bola kecil ini sama jendela?" Wanita itu hanya menggeleng.
"Ada apa? Ingin keluar kah? Masih suntuk dengan kejadian tadi siang?" Wanita itu lagi-lagi menggeleng.
"Ternyata semua berawal dari titik ini," Sang Wanita menunjuk salah satu sudut rubik itu.
"Apanya?"
"Pada titik ini adalah titik sudut di mana dua garis bertemu, dan sepanjang sudut ini secara horizontal dan vertikal adalah sudut di mana dua sisi saling bertemu."
Sang Lelaki diam saja. Antara mengantuk dan tak mengerti.
"Beberapa sudut yang berhadapan dan bertautan akan membentuk sebuah bidang datar," ia menunjuk sebuah sisi kubus padat berwarna-warni di hadapannya itu.
"Dan beberapa bidang datar yang bertautan akan membentuk sebuah bangun ruang," timpal Lelaki itu sambil mengucek-ngucek matanya.
Sang Wanita tersenyum, "ya, seberapa besar dan banyak sudut yang ada, akan menentukan bangun apa yang terbentuk. Pada akhirnya, semua berawal pada sebuah titik."
Lalu keduanya menghembuskan napas bersamaan, heran sendiri dengan perbincangan itu.
"Aku hanya berpikir, sebuah sudut tak akan membentuk bahkan sebuah bidang. Satu sudut pandang tak bisa dijadikan bahkan untuk sebuah bidang."
"Hanya dengan beberapa sudut kita dapat membentuk sebuah ruang. Dan dengan sudut pandang yang besar dan tak hanya satu kita dapat membentuk sebuah ruang pemahaman dari berbagai sisi hingga ruang hidup kita tak sempit hanya melulu itu-itu saja."
"Lalu bagaimana dengan ini?" Sang Lelaki menunjuk bola pejal di samping kubus kecil itu.
"Menurutmu bola itu tak punya sudut atau terlalu banyak sudut?"
"Emm, entahlah," kata Sang Lelaki.
"Menurutku bola itu terlalu banyak sudut hingga melebur menjadi sebuah bangun ruang yang satu sisi. Dan hebatnya, seringkali kehidupan itu berbentuk bola, dan bola juga seringkali membentuk kehidupan. Baik imajiner maupun tidak."
Tak ada kata lagi, mereka merasakan angin malam berjalan pelan memasuki jendela yang dibiarkan terbuka lebar. Dan bulan dengan malu-malu tersenyum, simpul.

2 comments:

Fauzi said...

Ada yang sedang bertukar sudut pandang, nih Liv?

azzaitun said...

Nggak ada kok mas, sedang memperbanyak sudut pandang :D

Post a Comment