Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Saturday, August 24, 2013

Let me cau. Racau

"Hey kenapa?" Dia mengacaukanku tiba-tiba. Kupandangi rambutnya yang kian panjang dan tak terurus, badan birunya masih sama.
"Kenapa memang?" jawabku dengan tanda tanya.
"Kau tanya aku, aku tanya siapa?" Dia menggaruk-garuk kepalanya, aku tertawa.
"Aku sedang kesal." Dia menatapku.
"Aku kesal dengan diriku sendiri, sudah membuat suatu keputusan dan aku rasa itu keputusan yang salah."
"Bagaimana kau bisa mengatakan itu keputusan yang salah?"
"Entahlah, aku sudah menimbang bagaimana resikonya dan tau seberapa buruk dampaknya, pada akhirnya meski aku sudah memilih tetap saja aku tak bisa menahan pikiranku sendiri terhadapnya."
"Memangnya itu keputusan apa sih?" Semakin tajam dia menatapku.
"Ah kau tak perlu tau. Aku kesal pada diriku sendiri kenapa semakin lama semakin payah."
"Heh! Kau sudah bertambah tua, apa yang kau pikirkan belum tentu benar, jika kau terus saja memikirkan apa yang belum tentu terjadi buat apa? Lagipula, menyesal terhadap suatu keputusan itu apa untungnya?"
Aku diam saja. Memang tak ada gunanya. Malas beradu argumen, aku diam saja.
"Sudahlah, kalau kau memilih terus begini, siapa yang akan membahagiakanmu? Seperti yang sering kau bilang, tertawa saja maka seluruh dunia akan tertawa denganmu jangan bersedih karena kau hanya akan bersedih sendiri. Bahagia itu keputusan juga kan?" Dia menepuk-nepuk punggungku, tersenyum memamerkan gigi putihnya. Aku masih diam saja, memandang langit jauh di hadapanku.

0 comments:

Post a Comment