Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Saturday, March 30, 2013

Kinanthi : agama dan budaya, cinta dan cita

Kinanthi, telahir kembali.
                Judul buku yang baru siang tadi khatam saya baca, mungkin kalau dikalkulasi tidak sampai dua puluh empat jam saya melahap kata-kata di novel setebal 534 halaman tersebut.
                Novel luar biasa, tiga kata itu yang bisa saya ungkapkan. Cantik, brilliant, cerdas, keren, apa lagi ya? Novel karangan Tasaro GK, pengarang novel biografi Muhammad ini, untuk ketiga kalinya berhasil membius saya dalam alur, penokohan dan diksi pada ceritanya, selalu begitu untuk setiap bukunya, luar biasa, tak mampu membuat saya berhenti membaca sampai pukul dua pagi dan lanjut lagi keesokan harinya sampai siang. Cerita dimulai dengan bab pertama yang sudah membuat saya jatuh hati, sederhana, tapi entahlah mengapa saya suka, kalau boleh saya sadur pada bab pertamanya, begini,
                Begini cara kerja sesuatu yang engkau sebut cinta,
                Engkau bertemu seseorang, lalu perlahan-lahan merasa nyaman berada di sekitarnya. Jika dia dekat, engkau akan merasa utuh, dan terbelah ketika dia menjauh. Keindahan adalah ketika engkau merasa dia memperhatikanmu tanpa engkau tahu. Sewaktu kemenyerahan itu meringkusmu, mendengar namanya disebut pun menggigilkan akalmu.  Engkau mulai tersenyum dan menangis ranpa mau disebut gila.
                Berhati-hatilah….

                Ya,jika disimak dari satu paragraf dari bab pertama yang hanya terdiri dari tiga paragraf dengan judul Virgo itu akan terasa benar ini novel bercerita tentang apa. Cinta. Tentu saja tentang cinta. Tapi seperti yang saya tulisan sebagai judul di atas, novel ini berisi empat hal di mata saya : agama dan budaya, cinta dan cita.
                Bab selanjutnya dibuka dengan latar gua, kisah kecil Kinanthi, tokoh utama dalam novel ini. Kinanthi lahir di daerah lereng gunung, lahir dari keluarga kurang beruntung, bapaknya seorang penjudi miskin, ibunya seorang baulaweang (sungguh sampai saat ini saya belum mengerti artinya) daan adik kandungnya yang masih balita, selalu dibawanya kemana-mana sepulang sekolah. Dari latar belakang keluarga itulah sampai kelas enam SD Kinanthi tak punya teman, dijauhi teman-temannya karena omongan-omongan, baik dari omongan teman sebayanya  maupun dari orang tua mereka. Hanya satu orang saja yang mau berteman dengan Kinanthi, ya, satu orang yang secara tulus menemani dan melindungi Kinanthi kemana saja, Ajuj namanya, lelaki kecil berusia dua tahun lebih tua dari Kinanthi. Lelaki kecil yang tak bisa jauh dari Kinanthi dan begitu juga sebaliknya. Mereka adalah kawan bermain, kawan bercerita dan berdiskusi.
                Kinanthi. Sebuah nama yang berarti pelipur lara. Juga merupakan salah satu dari sebelas tembang jawa, macapat. Tembang jawa menceritakan kehidupan manusia dari lahir sejak mati, sajak jawa halus yang bermakna dalam. Tembang pertama berjudul Maskumambang, menggambarkan tentang jabang bayi yang masih berada melayang dalam kandungan ibunya. Jabang bayi di sini masih belum diketahui apakah dia lelaki atau perempuan, digambarkan dari kata Mas, sedangkan Kumambang yang berarti mengambang. Tembang kedua adalah Mijil, menggambarkan jabang bayi tadi sudah diketahui apakah ia laki-laki atau perempuan. Lalu ketiga adalah Kinanthi yang berasal dari kata kanthi atau tuntun, artinya dituntunnya setiap anak manusia untuk hidup di dunia.  Keempat adalah Sinom, menggambarkan kehidupan anak untuk  menuntut ilmu sebanyaknya. Kelima adalah Asmarandana menggambarkan rasa cinta kepada seseorang. Selanjutnya, keenam adalah Gambuh, menggambarkan apabila seorang lelaki dan perempuan sudah berada pada cinta, sebaiknya melangsungkan pernikahan. Kemudian ketujuh adalah Dandanggula, menggambarkan kehidupan yang sudah bahagia, sudah sejahtera akan keluarga, pekerjaan dan sebagainya. Kedelapan yaitu Durma, menggambarkan sudah selayaknya hidup yang bahagia sejahtera lalu ada keinginan untuk menderma. Lalu Pungkur, menyingkir dari nafsu angkara murka sehingga yang ada hanya keinginan untuk menolong orang lain tanpa memikirkan dirinya sendiri. Barulah tembang kesepuluh, Megatruh, artinya putus nyawa, kematian, pada akhirnya setiap kehidupan adalah perjalanan menuju kematian. Dan terakhir adalah Pocung atau pucung, keadaan sebelum benar-benar hilang, dibungkus kain putih, pucung. Ingatan saya mundur ke masa-masa saya masih berada di bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, pada pelajaran Bahasa Daerah, pernah saya diajarkan tentang macapat-macapat tersebut, tapi sama sekali tak ada yang melekat di kepala saya, hanya judulnya saja yang berkelebatan di memori saya. Sekarang saya baru sadar dan menyesal mengapa dahulu tak memperlajari dan menyukai pelajaran budaya ini. Bukankah tembang-tembang tersebut sudah mengajarkan tentang sari-sari kehidupan?
                Kehidupan keluarga Kinanthi yang susah mengantarkan satu peristiwa dimana pada sesaat setelah kelulusannya, Kinanthi dijual oleh orang tuanya demi lima puluh kilogram beras. Ini salah satu fakta yang mungkin sampai saat ini masih terjadi. Dari kejadian itulah dimulai penderitaan Kinanthi selanjutnya, dari menjadi pembantu rumah tangga di Bandung, dikirim ke Arab, di bawa kabur ke Kuwait sampai bekerja di Amerika. Arab dan Kuwait tidak pernah ramah pada Kinanthi, atau mungkin pada sebagian besar tenaga kerja wanita di sana, majikan perempuan suka main tangan dan majikan lelaki yang suka melampiaskan api merahnya pada pembantu. Lengkap, komplit, rumit, itulah penderitaan yang dirasakan tenaga kerja di sana. Mau pulang belum digaji dan visa ditahan, mau bertahan mengiris hati dan menyakitkan jiwa raga. Mau apa kemudian? Ah.
                Perjalanan rumit dan sakit Kinanthi terhenti sampai bertemu dengan Muslim asal Mesir di Masjid Miami, saat dia hampir gila setelah nyaris “dihabisi” majikan lelakinya. Atas nama sesama muslim dan rasa iba, pasangan asal mesir tersebut membantu Kinanthi hingga dia berhasil terbebas dari penjara tenaga kerja dan menjadi anak negara di Amerika. Mulai saat itu Kinanthi belajar hingga menjadi professor ahli di bidang kedokteran. Dari sana jugalah kisah rumit cinta, cita, kekalutan agama dan pengaruh budaya berpengaruh banyak pada kehidupan Kinanthi.
                Novel sederhana, cerita kompleks, banyak ilmu. Di novel ini juga kita akan bertemu dengan kebudaayan Tibet, sama dengan novel Muhammad, ada cerita budaya Tibetan di dalamnya. Tentang budaya, tentu tidak hanya budaya Tibet yang ada dalam novel ini, budaya jawa di Indonesia banyak diceritakan dan dijelaskan, tentang bagaimana wanita jawa (yang benar-benar jawa) bertindak sangat halus kepada suaminya, tentang bagaimana penduduk desa yang masih membuat acara untuk meminta hujan, tentang satu suro, tentang hal-hal mistik yang masih banyak dipercayai lainnya. Budaya dan agama yang melebur. Banyak pemikiran bertentangan dari tokoh-tokoh dalam cerita ini, pro dan kontra tentang agama dan budaya yang melebur itu.
                Cinta dan cita, hal lain yang ada dalam cerita ini. cinta Kinanthi pada Ajuj dan begitu juga sebaliknya, tak tergerus selama dua puluh tahun lamanya. Dan juga tentang citanya untuk ‘balas dendam’ membalas perlakuan masa kecilnya dengan meraih prestasi setinggi-tingginya di Amerika sampai menjadi the queen of new York.
                Apalagi ya? Sudahlah, baca sendiri ceritanya. Bung Tasaro akan menyeret kita pada alur cerita yang matang, seperti kata pengarang hebat ini, pada akhirnya adalah alur yang melekat di hati pembaca. Seperti alur novel Muhammad yang menyeret kita hingga tenggelam dalam cerita tentang Rasullullah yang dibungkus dengan apik dan juga kisah Kashva yang sungguh luar biasa, begitu juga alur cerita kisah ini, sederhana. Pada akhirnya, yang saya tangkap dari novel ini adalah pesan Kinanthi bahwa cinta tak harus memiliki. Dan saya masih keukeuh, tetap dengan pendirian saya tak terpengaruh pada kisah Kinanthi,  bahwa cinta HARUS memiliki, HARUS. Tau maksudnya kan? :)

0 comments:

Post a Comment