Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday, March 1, 2013

Gelap dan Noktah Cahaya

Mereka menikmati satu malam lagi, di atas loteng rumah. Memandang jalanan dan rumah yang gelap tak bercahaya, mati listrik dan kehidupan serasa mati.

"Kalau gelap begini, langitnya jadi indah ya," kata Sang Lelaki, menangkap bayangan wanitanya yang terlihat pucat dari ujung matanya.

Sang Wanita mengangguk, "iya, kenapa tak tiap malam saja listrik di kota dimatikan, agar bulan dan bintang di langit terasa adanya."

"Kalau setiap malam dimatikan, nanti stasiun televisi tak laku lagi dong."
Sang Wanita tak membalas perkataan Lelakinya, hanya tertawa kecil, iya tak laku, tak apa sebenarnya, tapi nanti anak sekolah juga sulit mau belajar jika tak ada cahaya lampu, batinnya lalu memeluk kakinya sendiri yang terasa nyilu. Dia meringis merasakan linu dan nyilu yang terasa di sepanjang tulang tungkai bawahnya.
 
"Kenapa?" tanya Sang Lelaki mendengar suara sakit wanitanya. Sang Wanita hanya menggeleng, tersenyum. Muncul raut wajah khawatir dari Sang Lelaki, ada tanda tanya dalam wajah putihnya. "Tak apa kok," kata Sang Wanita mencoba menenangkan. "Jika gelap begini, baru akan terasa ya bagaimana satu titik cahaya kecil menerangi," lanjut Sang Wanita mencoba mengalihkan perhatian.

"Iya, jika saat terang rasanya langit terabaikan, lilin tak dibutuhkan, dan biasanya kita cenderung tertarik akan lampu terang yang menyilaukan," balas Sang Lelaki sambil menatap jalanan dan langit bergantian, berhasil dialihkan perhatiannya.

"Mungkin ini juga alasan kenapa Tuhan memberikan cobaan kepada setiap hamba-Nya," kata Sang Wanita kemudian, merasakan nyilu menjalar ke pergelangan tangannya.

"Alasan? Alasan apa?" tanya Sang Lelaki bingung, apa hubungannya? batinnya terasa aneh.

"Jika diibaratkan cobaan adalah sebuah kegelapan, maka saat kegelapan itulah kita berusaha mencari cahaya, meski hanya setitik cahaya. Dan hanya orang-orang yang tau keberadaan sang lilin saja yang mampu menciptakan titik terang dalam gelapnya mata," dia menghembuskan napasnya pelan, mencoba melepaskan nyilu pada kaki dan tangannya, lalu melanjutkan, "ya, setiap orang akan berusaha membuat suasana terang kembali, namun ada dua keadaan yang biasanya terjadi, ada orang yang langsung mencari lilin dan ada orang yang merutuk akan kegelapannya sendiri baru kemudian berjalan mencari sesuatu yang dapat menerangi."

Kemudian sunyi, Sang Wanita meringis lagi, nyilu di kaki dan tangannya semakin menjadi. Tapi lelaki di sampingnya sibuk memikirkan perkataan wanitanya hingga tak menyadari Sang Wanita begitu rapat memeluk kakinya.

"Maksudmu, saat mendapatkan cobaan, ada orang-orang yang secara sadar tau bahwa cobaan itu hanya sementara, lantas langsung mencoba mencari hidayah dan jalan keluar. Sementara ada orang lain yang hanya merutuki cobaan itu tanpa pernah berusaha memikirkan bahwa pasti ada cahaya, pasti ada hikmah di balik setiap cobaan," kata Sang Lelaki, merasa puas dengan jawabannya.

"Iya, kau benar, karena seringkali titik cahaya itu terlihat sungguh bernilai saat gelap datang, padahal saat terang benderang terasa tak bermakna," kata Sang Wanita, wajahnya semakin memucat.

"Dan Tuhan tak akan memberikan cobaan yang tak sanggup diterima oleh hambaNya. Bagi mereka yang selalu berpikir luas, pasti akan merasakan ada hikmah dibalik setiap cobaan, titik cahaya itu. Atau paling tidak kita diajarkan untuk selalu bersabar, lebih bersabar untuk mendapatkan cahaya itu," kata Sang Lelaki kemudian sambil menatap Wanitanya, wajah puasnya tiba-tiba lenyap saat menatap wajah wanita di sampingnya yang sangat pucat. "Kau kenapaa? Kambuh?" tanya sang Lelaki, nada khawatir menguasai emosinya. 

Wanitanya hanya tersenyum dan menggeleng. Karena cobaan ini hanya sementara, dan aku dituntut untuk lebih sabar, buat apa mengeluh jika tak sembuhkan luka, batinnya kemudian.
--------
terinspirasi dari perkataan saya kepada seorang penggila malam : "Sbenarnya lbh mudah menemukan cahaya saat gelap drpd saat terang. Apabila terang benderang, sulit dibedakan mana cahaya dan ilusi cahaya," dari percakapan semalam, heuheu.

0 comments:

Post a Comment