Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, September 16, 2013

Surat cinta untukmu

Assalamu'alaikum..

Hai kau, apa kabar? Lama tak bercakap dalam kata. Percakapan satu arah dalam hening rindu. Ah, puisi...

Akhir-akhir ini aku sering memikirkanmu, menebak-nebak siapa namamu. Percuma memang ku tebak, tak kan kutemui jawaban sebelum waktunya. Ya, bukankah kali ini aku seperti ABG yang sedang gila-gilanya. Padahal usiaku tak muda belia lagi. Salahkah?
Hai kau, sedang sibuk apa saat ini? Sibuk kuliah? Sibuk dengan organisasimu? Atau yang lain? Berandai-andai kapan kita akan bertemu, membuatku malu, haha seperti remaja labil tidak? Kata sahabatku, pasti ketemu. Ya aku percaya itu, kadang aku hanya ingin meluapkan, menggambarkan, memuntahkan emosiku dalam kata-kata, hingga racauku terlihat seperti ABG labil. Karna seringkali ku hiraukan perasaan seperti itu, aku ingin fokus pada mimpiku, begitu alasanku. Alasan tak ada yang salah kan? Aku memang ingin menggapai mimpiku, pergi dari ujung ke ujung. Siapa tau nanti kita bertemu di salah satu ujung. Di ujung Negeri Matahari Terbit ya? Hehehe

Sunday, September 15, 2013

Surat cinta untuk pelangi

Selamat malam pelangi, jikapun ada kau malam ini, pasti tak terlihat rupamu dalam remang mataku. Tapi tetap saja, selamat malam.

Pelangi, indah kurasa namamu, Ibu Pertiwi memberikan nama indah untuk parasmu yang cantik. Kau kenal Ibu Pertiwi bukan? Ya, dia adalah salah satu putri Ibu Bumi. Di mana-mana kau diucap sama di seluruh tubuh Ibu Pertiwi, Pelangi. Mungkin kau punya banyak nama, tapi Pelangi adalah namamu yang paling indah. Yeah, tentu saja Rainbow masih kalah dengan nama Pelangi, kau suka dengan nama Pelangi itu bukan?

Rainbow. Kurasa nama itu menggambarkan adanya hubungan khusus antara kau dengan hujan. Ya aku tau, kau begitu tergantung padanya, tanpa hujan bisakah kau muncul dalam nafas bumi? kurasa mungkin bisa, hujan buatan. Apakah kau mencintai hujan? Aku pikir kau tak mencintainya. Kemunculanmu selalu bersyarat untuknya, kau selalu menuntut sinar cahaya untuk muncul dan menghias bumi. Kau mencintainya? Cinta bersyarat?

Sunday, September 8, 2013

ke mana-mana

ke mana?
ke dalam diri, terdekat yang terjauh.
"Apa kau pernah iri terhadap sesuatu atau seseorang?" tanya wanita itu, senyum mengembang di wajahnya. Keringat yang dingin terjun dari keningnya.
Lelaki di sampingnya mengipas wajahnya dengan daun. "Iri?" keningnya mengernyit, keringat membanjiri kausnya.
"Iya iri, aku sering iri pada beberapa orang di dalam hidupku."
"Kenapa harus iri?"
"Karna kadangkala mereka memiliki apa yang aku inginkan, atau seringkali di mataku mereka mendapatkan pencapaian yang lebih tinggi."
Sang Lelaki menawarkan daun kuning itu pada Wanitanya.
"Padahal setiap orang memiliki jalan sendiri, dan modal yang berbeda pula."
"Aha, jika mau diteruskan irinya ya akan jadi iri yang hebat. Kita diciptakan berbeda sedangkan menginginkan pencapaian yang sama, ya mana bisa."
"Iri tidak membawamu ke mana-mana." Lelaki itu terlentang di atas rerumput kering, angin malam berlarian kecil di atas wajahnya.
"Siapa bilang, entah itu iri, entah itu luka, itu akan membawa kita ke mana-mana."
"Ke mana? Neraka?"

Tuesday, September 3, 2013

bicara dengan kepala

Wow, long time no see
delapan hari, lamakah?
well, not really. Ke mana saja? Sebulan kemarin hanya tiga kali mampir ke sini.
rindu?
Tidak, hanya cemburu pada kesibukanmu yang lainnya.
ah aku tak sibuk apa-apa, hanya menenggelami pikirku sendiri. Hampir tiap hari ingin singgah sejenak, tapi jika sudah di depan pintu masuk rumahmu, kata-kataku seolah menguap. Rasa yang meledak ingin kubagikan tiba-tiba mencair masuk ke parit depan rumahmu.
Ah lebay!
Hahaha, iya, aku memang melebih-lebihkan.
Tapi kau pernah bilang, aku passionmu.
Apa aku bilang saat ini tak?
Tidak, apa kau dengar aku berkata seperti itu?
Ku rasa pernyataanmu tadi seolah menuduhku, aku tak lagi sedang. Benar bukan? Mungkin kadangkala aku benar-benar tak bisa merangkai satu kalimatpun, padahal rasa demi rasa terus menyerangku.
Jadi kau tetap kan?
Aha. Karna padamulah aku bisa seenaknya menumpahkan rasa, menjamu kata, dan menopengi malu.
Maksudmu?
Kau tau kan, mana mungkin ku tulis jelas sejelas-jelasnya tanpa bahasa kias pada kalimatku, sementara rasa malu terus bermuntahan kesana-kemari.
Ya, aku tau. Jadi aku hanya untuk pemuas dahagamu akan cerita tanpa suara?
Bukan hanya tapi bisa ku bilang segalanya. Padamu bisa ku tuang ramuan untuk mata dunia, padamu bisa ku bisa berdongeng tentang impian, padamu ku bisa urai kata bodoh tak penting.
...
Kenapa diam saja? Kau marah? Tenang saja, kau bukan tempat sampah, kawan.

----
bicara pada kepala sendiri