Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sunday, September 15, 2013

Surat cinta untuk pelangi

Selamat malam pelangi, jikapun ada kau malam ini, pasti tak terlihat rupamu dalam remang mataku. Tapi tetap saja, selamat malam.

Pelangi, indah kurasa namamu, Ibu Pertiwi memberikan nama indah untuk parasmu yang cantik. Kau kenal Ibu Pertiwi bukan? Ya, dia adalah salah satu putri Ibu Bumi. Di mana-mana kau diucap sama di seluruh tubuh Ibu Pertiwi, Pelangi. Mungkin kau punya banyak nama, tapi Pelangi adalah namamu yang paling indah. Yeah, tentu saja Rainbow masih kalah dengan nama Pelangi, kau suka dengan nama Pelangi itu bukan?

Rainbow. Kurasa nama itu menggambarkan adanya hubungan khusus antara kau dengan hujan. Ya aku tau, kau begitu tergantung padanya, tanpa hujan bisakah kau muncul dalam nafas bumi? kurasa mungkin bisa, hujan buatan. Apakah kau mencintai hujan? Aku pikir kau tak mencintainya. Kemunculanmu selalu bersyarat untuknya, kau selalu menuntut sinar cahaya untuk muncul dan menghias bumi. Kau mencintainya? Cinta bersyarat?

Pelangi, entah mengapa meski berbeda rupa dalam tubuhmu, kau tampak selalu indah. Seringkali perbedaan menjadi sebuah pertentangan, tapi dalam tubuhmu perbedaan itu mencipta keindahan. Harmoni dalam perbedaan, kataku. Begitu juga dalam lekuk tubuhnya, banyak perbedaan dalam tubuh Ibu Petiwi, tapi sayangnya jarang mencipta keindahan seperti halnya denganmu. Perbedaan akan suku, agama, bahasa, rupa dan strata, bukankah itu kekayaan yang tak terkira dari Ibu kita? Mungkin sama sepertimu, keindahan perbedaan Ibu pertiwi bersyarat, sama seperti cintamu pada hujan. Keindahan Ibu Pertiwi bersyarat, entah cahaya apa yang dibutuhkan ibu pertiwi untuk mencipta harmoni, hujan seringkali datang, bahkan dengan membawa topan dan gunturnya tapi keindahannya jarang dimuntahkan. Sinar cahaya putih yang dibutuhkan ibu pertiwi, hingga semua warna muncul dalam nafasnya. Tapi dalam bentuk apa sinar itu akan datang? Apakah butuh gencatan dari luar supaya hujan itu menciptamu? Seringkali memang begitu, jika negara lain menghajar Ibu Pertiwi, perbedaan di dalam tubuhnya akan bersatu dan mencipta keindahan akan sebuah persatuan, tapi tidakkah bisa dengan cara lain? Harus ditindas dahulu? Harus direbut dahulu kekayaannya?

Sudahlah, Ibu Pertiwi meski tak selalu memancarkan indah sepertimu akan tetap indah, benar tidak Pelangi? ke mana saja kau singgahi tubuh Sang Ibu? Mungkin kau sudah menjamah setiap sudut dalam nadinya.

Sekarang di mana kau Pelangi? bisakah ku titip seucap salam untuk kekasihku, tanyakan padanya apakah ia menyukaimu, atau lebih menyukai hujan. Taukah kau siapa dia? Aku tak tau, Sang Penguasa masih merahasiakan. Juga salam untuk kekasihmu, hujan, datanglah pada bagian Ibu Pertiwi yang membutuhkan.
Sudahlah, selamat malam Pelangi.
Salam hangat, dari sepasang mata remang di tengah kalut.

0 comments:

Post a Comment