Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Wednesday, March 2, 2016

lama tak bersua


Kita duduk berdampingan. Bahu kita berjarak sejengkal, wangi parfummu masih sama seperti sebelumnya. Rambutmu yang biasa berantakan kini terlihat rapi. Sudah berapa lama aku tak memperhatikanmu, aku tak tau. Sudah beberapa kali kau mengajakku berdiskusi dan aku hanya menolak dengan alasan kesibukanku. 

Kini, saat aku tak tau harus pergi ke mana, ku ketuk pintu rumahmu yang selalu tak terkunci. 

Setengah jam sudah kita berdiam diri di sini, di halaman rumahmu yang kaku, hanya satu dua kaktus, sebatang mawar yang entah sekering apapun tetap hidup, serumpun melati yang jarang kau siram namun tetap berbunga, dan yang paling aneh adalah satu pot kosong yang kau isi dengan beberapa siung bawang merah. 

“Bagaimana kabarmu?” serak suaramu.

“Begitulah, aku sedang suntuk.”

Kau diam saja, aku juga sedang tak punya bahan untuk bicara. Entah kenapa aku merasa bersalah. 

“Bicaralah,” katamu singkat. Kau selalu begitu, tak pernah ada dendam di matamu. Tak pernah ada kesal di nada bicaramu. Meski kaku, aku tau kau tak sekeras itu. Selalu ada kata selamat datang untukku, dan selalu tersedia lorong untukku berlari, sejenak dari apapun itu. Kau selalu di sini saja. 

“Aku tak punya kata-kata yang bermakna,” kataku lagi. Aku memang tak punya apapun untuk dibicarakan. Rasanya sudah lama aku tak berpikir. 

“Apakah yang kau bicarakan harus selalu punya makna? Kau ingin menyenangkan siapa?” pertanyaanmu memaksaku menatapmu lebih lama. Seakan pertanyaan itu sudah berkarat dalam lidahmu, lama tak kau suarakan. “Karena kau ingin jadi orang yang berarti?”
Aku diam saja. Kau terlalu mengenalku. 

“Aku tak punya apapun untuk diceritakan, juga dikeluhkan. Jadi apalagi yang bisa ku bicarakan?”

“Sungguhpun? Tidak adakah rasa yang bisa kau ungkapkan?”

“Rasa apalagi? Jikapun ada, kau pasti tau apa yang akan ku lakukan beberapa lama ini. Kau tau benar mengapa aku tak menemuimu. Kau tau benar alasan mengapa aku seperti kehilangan suara.”

“Dalihmu sungguh kadaluarsa.”

Aku tersenyum saja. Ingat bahwa kadaluarsa atau expired date berkaitan dengan keamanan dan kesehatan sedangkan baik sebelum atau best before ‘hanya’ berkaitan dengan kualitas produk. Jadi, dalihku membahayakan siapa?

“Kau tak pernah salah. Aku mungkin hanya enggan.”

Kini kau tertawa. “Begitulah. Kau selalu jujur pada akhirnya. Bicaralah, meski yang kau pikir itu tak bermakna. Kau bukan hendak mengarang kata-kata mutiara bukan? Katakanlah, toh niatmu bukan untuk menyakiti, bukan? Dan kembalilah, kau tau aku selalu membuka pintuku untukmu. Dan aku tau benar, kau bisa menemukan dirimu sendiri di halaman rumahku.” Senyummu mengembang. 

Aku bisa apalagi? jika pada halaman ini aku bisa menemukan diriku sendiri.

5 comments:

Fauzi said...

Saya tidak mengerti ini apa, tapi nadanya kok sedih?

Fauzi said...
This comment has been removed by the author.
azzaitun said...

Hai mas Fal! ini tentang kerinduan pada Blog :D
Apa kabar Falzart plain?

Fauzi said...

Falzart Plain sedang hiatus sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Hihihihi

azzaitun said...

tidak ada blog baru mungkin, mas Fal? :p

Post a Comment