Kita duduk berdampingan. Bahu kita berjarak sejengkal, wangi
parfummu masih sama seperti sebelumnya. Rambutmu yang biasa berantakan kini
terlihat rapi. Sudah berapa lama aku tak memperhatikanmu, aku tak tau. Sudah beberapa
kali kau mengajakku berdiskusi dan aku hanya menolak dengan alasan kesibukanku.
Kini, saat aku tak tau harus pergi ke mana, ku ketuk pintu
rumahmu yang selalu tak terkunci.
Setengah jam sudah kita berdiam diri di sini, di halaman
rumahmu yang kaku, hanya satu dua kaktus, sebatang mawar yang entah sekering
apapun tetap hidup, serumpun melati yang jarang kau siram namun tetap berbunga,
dan yang paling aneh adalah satu pot kosong yang kau isi dengan beberapa siung bawang
merah.
“Bagaimana kabarmu?” serak suaramu.
“Begitulah, aku sedang suntuk.”
Kau diam saja, aku juga sedang tak punya bahan untuk bicara.
Entah kenapa aku merasa bersalah.
“Bicaralah,” katamu singkat. Kau selalu begitu, tak pernah
ada dendam di matamu. Tak pernah ada kesal di nada bicaramu. Meski kaku, aku
tau kau tak sekeras itu. Selalu ada kata selamat datang untukku, dan selalu
tersedia lorong untukku berlari, sejenak dari apapun itu. Kau selalu di sini
saja.
“Aku tak punya kata-kata yang bermakna,” kataku lagi. Aku memang
tak punya apapun untuk dibicarakan. Rasanya sudah lama aku tak berpikir.
“Apakah yang kau bicarakan harus selalu punya makna? Kau ingin
menyenangkan siapa?” pertanyaanmu memaksaku menatapmu lebih lama. Seakan pertanyaan
itu sudah berkarat dalam lidahmu, lama tak kau suarakan. “Karena kau ingin jadi
orang yang berarti?”
Aku diam saja. Kau terlalu mengenalku.
“Aku tak punya apapun untuk diceritakan, juga dikeluhkan. Jadi
apalagi yang bisa ku bicarakan?”
“Sungguhpun? Tidak adakah rasa yang bisa kau ungkapkan?”
“Rasa apalagi? Jikapun ada, kau pasti tau apa yang akan ku
lakukan beberapa lama ini. Kau tau benar mengapa aku tak menemuimu. Kau tau
benar alasan mengapa aku seperti kehilangan suara.”
“Dalihmu sungguh kadaluarsa.”
Aku tersenyum saja. Ingat bahwa kadaluarsa atau expired date berkaitan dengan keamanan
dan kesehatan sedangkan baik sebelum atau best
before ‘hanya’ berkaitan dengan kualitas produk. Jadi, dalihku membahayakan
siapa?
“Kau tak pernah salah. Aku mungkin hanya enggan.”
Kini kau tertawa. “Begitulah. Kau selalu jujur pada
akhirnya. Bicaralah, meski yang kau pikir itu tak bermakna. Kau bukan hendak
mengarang kata-kata mutiara bukan? Katakanlah, toh niatmu bukan untuk
menyakiti, bukan? Dan kembalilah, kau tau aku selalu membuka pintuku untukmu. Dan
aku tau benar, kau bisa menemukan dirimu sendiri di halaman rumahku.” Senyummu mengembang.
Aku bisa apalagi? jika pada halaman ini aku bisa menemukan diriku sendiri.
5 comments:
Saya tidak mengerti ini apa, tapi nadanya kok sedih?
Hai mas Fal! ini tentang kerinduan pada Blog :D
Apa kabar Falzart plain?
Falzart Plain sedang hiatus sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Hihihihi
tidak ada blog baru mungkin, mas Fal? :p
Post a Comment