Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, December 31, 2015

The end of 2015

Bersiap untuk mengucap selamat tinggal pada 2015.
Sebelum resmi pergi, biar kita nostalgia sebelum berpisah ya 2015.
What a hectic year!
What happened in 2015? Here you go

1.Awal tahun ini disibukkan dengan rencana seminar proposal skripsi. Bahkan tahun baru 2015 dinikmati dari lantai tertinggi gedung F Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Sembari menanti uji serat pangan yang lumayan ribet prosedurnya, ditemani gerimis-gerimis romantis, lari-lari kecil dari rektorat ke gedung F (bersama lemot, ara dan zaa – yang juga lagi lembur di lab), dan yatta! Pergantian tahun diiringi suara kembang api, dan polusi asap yang luar biasa pastinya.

Saturday, December 12, 2015

ngekek

Malam ini nyaris sakit perut gegara ngakak.
Satu kata bisa berbuntut panjang kalo bicara sama bocah bocah edan axxiv. Pelayan, tenggelam, bahkan kata perut bisa jadi apa aja. Emang, menggeje bikin bahagia :')

Jas merah katanya, jangan melupakan sejarah. Ini satu sejarah yang nggak akan dilupakan. Berantem pas rapat, guyon lagi. Cekcok pas diklat, guyon lagi (enggak seh, diklat ra tau guyon) . Isine mung guyooon wae lah pokok.. Nek nggak yo ngebully :'

Ada saat saat itu, ketika sekolah rasanya jadi prioritas kedua. Ketika tiap pulang sekolah mampir ke uks untuk sekedar say Hi say hello. Ada saat saat itu, saat pulang malam demi merancang bagaimana itu diklat, bagaimana itu lomba.

Ini dia, saudara saudara saya seangkatan.
Versi kita yang masih kurus memang. Hihi 😁


2008-2011
Laga paramaduta, diklat junior, jumbara, dan diklat senior.

Saturday, July 18, 2015

(still) invisible

Banyak yang ingin ku katakan..
tentang cerita-cerita yang selama ini ku pendam
tentang perasaan-perasaan yang ku kubur dalam-dalam
tentang pikiran-pikiran yang tak pernah ku bagikan
Padamu, ya padamu. Seseorang yang belum ku tahu tau namanya.

Nanti, setelah kita dipertemukan, aku ingin kau mendengar ceritaku, mendengar ocehanku tentang hal-hal bodoh dan tak penting. Ijinkan aku menceritakan apa saja tentang diriku ini. Dan menceritakan kerinduan-kerinduanku padamu..

Friday, June 26, 2015

Angin dan Asap



“Namaku angin,” kataku.
“Namaku asap,”katamu. Kita berjabat tangan.
“Darimana asalmu?” tanyamu kaku, batuk menyusul pertanyaanmu itu.
“Aku berasal dari udara yang bergerak, sementara dirimu?”
“Aku? aku berasal dari pembakaran tak sempurna dari suatu bahan bakar yang terbang bersama udara yang tak berwarna,” ada nada kesal dan kecewa dari jawabanmu. Mudah sekali terbaca perasaanmu itu, atau mungkin kau sengaja menunjukkannya?
Aku manggut-manggut, mengerti dengan penjelasanmu. Bukankah sebenarnya kita sama saja? Sama-sama terbang ke angkasa, hanya saja kau mudah ditandai oleh indra pengelihatan dengan wujudmu yang kelabu, sementara aku sulit sekali untuk dilihat – meski aku ingin sekali – hanya bisa dirasa saja. Ah iya! Aku bisa dilihat dari apa-apa yang kusentuh, mereka selalu mengatakan daun-daun yang jatuh disebabkan olehku, layang-layang yang terbang juga karena ada aku, kata mereka, manusia. Dan mereka selalu menantiku jika sedang kepanasan, ingin menerbangkan perahu layar, mengeringkan baju dan tentu untuk menerbangkan layang-layang.

Saturday, June 20, 2015

Di antara jeda kata yang tak saling mengenal, 
dibutuhkan hanya kesabaran, mimpi dan harapan
Sementara kepompong bersiap mengepakkan sayapnya

Ku harap retention time ku ini adalah waktu tunggu kepompong untuk menjadi kupu-kupu. Meski aku tak tau apakah daun-daun yang telah kulahap kemarin sudah cukup menjadikanku kupu-kupu bersayap indah, aku masih memiliki harapan, kepompongku berhasil bermetamorfosis.

Tuesday, April 21, 2015

lagi gila nih eiyke

Saya adalah orang yang logis. Selalu berkaca pada realitas dan melakukan sesuatu berdasarkan perhitungan-perhitungan (meski kadang saya benci akan pola pikir saya sendiri yang sering melakukan perhitungan akan langkah-langkah yang saya buat, meski begitu saya juga melakukan kesalahan karena kehilangan satu langkah penting dalam hidup saya, satu hal yang saya abaikan, nyaris saya abaikan total). Dan satu hal lagi, saya juga percaya pada probabilitas. Teori kemungkinan-kemungkinan yang hanya jadi pengandaian di kepala tapi saya memiliki jurus ampuh untuk menenangkan logika, realitas dan perhitungan saya, satu kalimat pelumpuh : HEY ADA YANG MAHA MENDENGAR, MELIHAT DAN MAHA SEGALANYA!

Begitulah, kadang perhitungan, realitas dan logika saya berbenturan terhadap Tangan Tuhan. Dan di sanalah saya percaya terhadap usaha dan masa depan, berusaha lebih percaya. Percaya pada diri sendiri, krisis yang tak pernah berhenti pada diri saya sendiri. YAH, SELAMAT UJIAN MINGGU DEPAN!

Menurut saya, Ibarat hidup, minggu depan itu sakaratul mautnya, mau sebaik apapun sepanjang hidup kita, kalau pas episode terakhir hancur jadi bejat, ya sama aja kan? iya begitulah, sama aja kalau pas kuliah keren tapi pas sidang sebaliknya. ah gitulah, semangat!

SESAL APA LAGI?

"Ada berapa hal yang kau selali di masa lalu?" tanyamu. 
"Banyak!" jawabku tanpa pikir panjang, terlalu banyak yang aku sesali, hingga semuanya mengabur membuatku malu sendiri.
"Kenapa banyak? Hal-hal burukkah? Hal-hal baikkah?" tanyamu lagi, selalu ingin tau.
"Beberapa hal baik, sisanya hal-hal yang di mataku saat ini memalukan. Mengapa aku lakukan, mengapa aku begitu tak tau malu, mengapa aku dahulu tak berpikir panjang," kataku memulai ceritaku.
Kau diam saja kali ini. Memandangku, tersenyum. Seakan kalimat itu terlepas dari lidahmu, "tak apa, itu hanya masa lalu." Tapi yang ku pandang, kau hanya membeku, menggigil dan kaku, meski senyum kau sunggingkan di bibirmu.
Ada banyak yang ingin ku ceritakan, ada banyak hal yang ingin ku bagikan, tapi kau berhenti di tanda tanya itu. Kemudian aku tersenyum, menahan keinginanku untuk berkata ini itu. 
"Ya, benar, itu hanya masa lalu, kata orang, masa depan selalu masih suci."

Thursday, March 5, 2015

Penjajah Tak Kasat Mata



“Mahkamah, lebih baik Indonesia tenggelam di dasar lautan daripada menjadi ember-ember bangsa lain” – begitulah ucapan Bung Hatta saat berumur 25 tahun pada saat diadili di Belanda setelah dipenjara. (Mata Najwa, 12 November 2014)

Jika saya tumbuh dan berkembang pada saat jaman kolonialisme, pada saat Indonesia sedang dijajah hebat-hebatnya secara kasat mata, apa yang akan saya lakukan? Saya tak bisa membayangkan apapun. 

Hebatnya, syukurnya, saya hidup di jaman edan. Di jaman Bangsa ini dijajah tak kasat mata oleh kebudayaan bangsa lain. Kebudayaan bangsa lain begitu mudahnya meracuni pikiran setiap generasi, melumpuhkan ingatan akan kebudayaan nadi sendiri, membutakan pengetahuan akan budaya darah sendiri. Begitu mudah kita jump into Korean Culture, Japanese Culture dan tentu saja Western Culture. Sementara jika ditanya soal wayang, tari daerah, lagu daerah dan kebudayaan serta adat istiadat lainnya kita serasa buta aksara, dan disisi lain begitu mencandu budaya asing tersebut, bukankah perhatian kita sedang dijajah? 

Lama kelamaan, jika terus menerus kita acuh pada budaya sendiri, bukankah melupakan itu mungkin?

Saya sadar. Dan saya juga merasa terjajah. Kebudayaan korea dan jepang memang memesona saya, promosi mereka akan bangsanya memang luar biasa. Mereka mengemas kebudayaan jadi tak kentara, ada dalam drama dan film yang mereka produksi. Dan Saya hanya bisa mencandu.

Mungkin perlahan-lahan saya harus membaca lagi tentang budaya bangsa ini, membakar api semangatnya lagi dalam ingatan saya. Indonesia kaya, sebenarnya buat apa kita melirik rumput tetangga?

12-11-2014

Thursday, February 26, 2015

seketika kehilangan kata-kata. bukan alasan-alasan yang selalu kupercaya, selalu kupaksa untuk kupercaya. satu alasan yang sudah ku tau, tapi ku abaikan selalu

I can't agree more :))

maafkan dan terima kasih akan berdampingan selalu. untuk orang2 yang pernah dekat, sedang dekat dan akan selalu dekat. Selamat malam :)
Ya, terima kasih untuk cerita-cerita yang berbeda, pada setiap insan yang hadir dalam setiap lembar buku ini. Terima kasih juga untuk setiap hikmah yang bisa diserap dari cerita itu. Dan juga maafkanlah, maafkan atas cemaran yang kusebarkan, maafkan atas polusi yang ku berikan, maafkan untuk kerusakan-kerusakan yang kulakukan dalam lembar buku-bukumu, Semua. 

Friday, February 20, 2015

menakutkanku

detak itu menakutkanku
akan kehilangan yang semu
detak itu menamparku
yang selalu melempar tanda seru
aku bukanlah kamu
aku adalah aku
selalu menakutkan bagiku

Seakan menelan wajahku sendiri, seakan menggigit lidahku sendiri. Aku takut akan keberadaanku sendiri, memaksaku memecahkan batu yang ku tumpuk menjadi pijakan untuk berdiri. Cermin yang selalu berada di setiap langkah, yang kuletakkan supaya selalu mengingatkan siapa aku, ku injak berantakan, pecah!
Aku. Ketakutan menghadapi apa yang ada di pikiranku, menjelma menjadi batu sandunganku sendiri. Menjatuhkanku telak sampai ke sana, ke jurang kemurungan.

berjelaga dalam dada
ditutupi tapi keluar asapnya
menghitam kelam
menakutkan

Apalah, jika A disini B disana. Lantas apa yang benar? A? B? atau C?
aku terlalu menakutkan untuk diriku sendiri

Friday, February 6, 2015

blurry but obvious

So I've been rejected twice in this early year. Alright, the show must go on. But it feel too painful, regret all the things I left behind. Everything I should did back then, ah :(
I know it's my fault, chose an option with lack of thought. Too late realize it now. Regret is regret, nothing to do and waste most of precious time for it. All I have to do right now is, chasing it, REALLY CHASING IT! I WON'T STAND HERE FOR LONG. I WANT GET IT TRUE, MAKE IT TRUE! LET'S GO, LIV!!

Thursday, February 5, 2015

Mimpi #3 #unofficial



Aku tak tau pasti jam berapa kau hadir kala itu. Tersembunyi dalam selubung kepala, kau menampakkan wajah dan seringai padaku. Semalam, kau datang dalam mimpiku. Hanyut lagi aku dalam rindu

Hanya beberapa ayat yang ku hapal semalam, peningkatan dua ayat yang terlebih dahulu adikku hapal. Sementara aku butuh hitungan hari untuk menghapalnya, adikku hanya membutuhkan hitungan menit untuk menghapal sempurna ejaan dan lafadznya. Aku memutuskan untuk menghapalkannya, surat ar rahman yang biasa menemani tidurku yang gelisah.

Jadi, haruskah aku hapalkan surat itu sampai tuntas setiap malam, agar kau hadir dalam mimpiku selalu?
Untuk beberapa detik yang ku tunggu sepanjang hariku. Jeda berbulan-bulan yang menjengkelkan. Beberapa detik itu muncul dalam mimpiku yang buram.

Pertanyaan-pertanyaan muncul dalam kepalaku, memaksaku menertawai diri sendiri..

Mungkin, jika tuntas ku hapalkan seluruh ayat-ayat itu, dengan ijin Sang Penguasa Hati, jika tak bisa ku temui kau di dunia fana ini, bisa ku temui kau di surga nanti.
Jangan tertawa. Aku memang gila. Rinduku sudah menenggelamkan kewarasanku!

Saturday, January 31, 2015

Berbahagialah! #2



Hari kedua.

Berbahagialah. 

Satu kata yang sering diucapkan tanpa hati mengikutinya. Terlalu sering hingga maknanya lupa teringat.

Satu kata yang terlalu sering kau ucapkan. Tapi lupa untuk kau usahakan.

“Berbahagialah. Kebahagiaan itu tak seperti engergi,” katamu waktu itu. “Energi tak bisa diciptakan dan dimusnahkan tapi hanya bisa diubah bentuknya. Tapi tak begitu dengan kebahagiaan.” Aku diam saja tak menanggapimu, kekesalanku masih tetap berdiri dengan angkuhnya. Lalu kau tersenyum, memamerkan gigi-gigimu padaku.

“Kenapa harus menyimpan kekesalan saat kita bisa tersenyum bahagia, kenapa harus menyeduh benci jika sanggup mencelupkan bahagia dalam hidup sesama,” katamu lagi. Ah gagal aku mempertahankan amarahku. Itu kata-kataku, kau sadur untukku sendiri. Aku terima kopi yang kau berikan padaku.
Lalu waktu selebihnya serasa milikku.

Kata-kata keluar setelahnya, membiarkanku mencurahkan apa saja dalam tempurung yang sudah kaku. Kau hanya mendengar tanpa menyela, sekalipun kau tak pernah menyela dan mencela pembicaraanku. Aku asyik bercerita ke sana kemari, membiarkan segalanya keluar tanpa peduli bagaimana pikirku. Dan tentu saja kau setia di situ, tersenyum melihat dan mendengarku kembali seperti biasa. 

Begitulah dirimu, membiarkanku menjadi diriku sendiri, berbahagia katamu.

Ya, begitulah dirimu, selalu menjadi dirimu, tertawa dan tersenyum selalu. Dan ceritaku selalu membuat kita menghabiskan waktu yang lama untuk sekedar mencicipi secangkir kopi yang berbeda. 

Hai, selamat sore. 
Aku tak berniat mengingatkanmu, aku hanya ingin mengingatkan diriku sendiri. Aku pernah sebahagia itu.
Dan tentu saja, untukmu, berbahagialah.

Friday, January 30, 2015

Di antara Jeda #1



Hari pertama. 

Bacalah, bacalah di antara sibukmu yang membabi buta, merayapi setiap bulir waktu yang menetes deras sepanjang harimu. Bacalah sekalimat-sekalimat, tak apa. Karna aku ingin menjumpaimu dalam tatap mata, yang bisa ku tembus dalam rangkai kata, ku.

Ini hari pertamaku menyapamu, setelah jeda panjang yang ku tautkan antar ini dan itu. Setelah banyak alasan yang ku karang untuk memisahkan kita, ya, kita. Ini juga hari pertamaku memaksa keangkuhanku untuk menyapamu terlebih dahulu. 

Di antara selipan huruf-huruf yang ku ketik dalam spasi detik, terbersit kata itu, kata sakral yang jarang ku ucapkan padamu. 

RINDU

Ya, egoku mencegah lidah dan jemariku untuk merangkai lima huruf itu terkirim padamu. Aku sadar, aku merasakan itu. Tapi dengan nya hebatku cela diriku sendiri untuk mengakui itu. aku hanya akan menuliskan kata itu sekali dalam jalinan rangkai koma ini. sekali saja, sama seperti senyummu yang sekali saja muncul dalam mimpiku. 

Selebihnya hanya raut wajahmu yang mengabaikanku.

Lagi lagi tak apa. Munculnya namamu dalam bunga tidurku sudah mampu membuatku merubah hari selama seminggu. Apalagi menjumpaimu dalam dunia nyata, gila mungkin aku.

Jadi, aku tak ingin menjumpaimu. Biarlah kata-kataku yang terbang menatap sosokmu. Hinggap di dahan pikiranmu. Ah, setidaknya begitu impianku. 

Jadi, beginilah akhirnya. 

Apa yang aku inginkan bukanlah menemuimu, atau bercakap denganmu. Aku hanya ingin menyapamu. Dan, mungkin… 

Jatuh cinta lagi padamu. 

Selamat pagi. Ini surat pertamaku. Balasannya, kirimlah senyummu dalam mimpiku nanti malam.