Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, December 31, 2012

Tiga

Ini malam tahun baru dan saya senang, bukan karena apa, tapi karena besok, di blog ini akan ada tiga tahun. 2011, 2012 dan 2013.
Tentang 2012, sama saja seperti tahun-tahun sebelumnya, ada tangis (tapi lebih sedikit pada tahun ini), banyak tawa, banyak suka, ada duka (honestly saya lupa duka saya apa aja :D). Ada satu hal yang saya sadari tahun ini, ternyata yang saya sukai, yang saya hidupkan dan bisa membuat saya lebih hidup adalah dengan terus menjadi gila, dengan menulis :)
Resolusi? Masih sama seperti tahun yang kemarin, tiga hal itu. Hanya saja, semoga saya tidak sering berdalih lagi heuheu. Ah tauklah, intinya bukan resolusi kok ini, intinya saya suka akan ada tiga tahun di blog saya. Ihihihihi :D
Selamat tinggal 2012 :)
nice to meet you..

Saturday, December 29, 2012

Oke post ini hanya untuk mengingatkan saya bahwa saya akan menuliskan tentang ini :
Karena predikat hanya akan menjadi predikat tanpa adanya subjek.
Dan subjek akan sia-sia tanpa adanya predikat.

Nanti, ya, entah kapan, saya akan melanjutkan tulisan ini. Iya, enggak tau juga kapan. Saya lagi nggak mood.

Thursday, December 27, 2012

hujan dan kecepatan

Deru angin menyapu wajah mereka berdua. Jarum speedometer menunjukkan angka 60 km/jam tapi tangan yang menggenggam gas tak juga berniat untuk menurunkan kecepatan kendaraan yang dikendalikannya. Sang Lelaki melirik wanita yang duduk di belakangnya melalui ekor matanya. Sang wanita tersenyum dari balik helm teropong berkaca beningnya, tersenyum dan menyengirkan giginya.  Sang lelaki tersenyum.
Oh, jadi kau suka berada pada kecepatan yang tinggi saat mengendarai motor, batin Sang lelaki. Dia mulai menaikkan lagi kecepatan motornya, mendekati angka 80 km/jam, Wanita di belakangnya mulai menarik bagian samping bajunya, pertanda dia sudah mulai agak gentar dengan kecepatan ini. Sang lelaki menahan tawanya.
Langit yang sudah berwarna kelabu sejak keberangkatan mereka untuk pulang, semakin kelabu dan mulai menurunkan tangisannya, air mata langit, hujan. Gerimis. Berangin. Lalu hujan semakin deras.
“Gimana? Mau berhenti?” Tanya sang Lelaki sambil melirik Wanitanya di belakang.
Sang wanita menggeleng dan berkata, “Ayo lanjut aja, sudah dekat kan.” Sambil membuka kaca helm teropongnya, merasakan air hujan yang jatuh pada pipi dan dagunya, kerudungnya mulai basah namun ia tak peduli. Sang lelaki dapat melihatnya dari spion motor dan tersenyum, dia tetap mengendarai motornya dan terus berkonsentrasi pada jalan di hadapannya. Hujan tetap mengiringi perjalanan pulang mereka sampai ke rumah.
“Kau senang?” tanya sang lelaki saat mereka sampai. Sang wanita hanya mengangguk, lelakinya tersenyum.
“Kenapa?” tanyanya sang Lelaki lagi.
“Ah, kau sebenarnya tau. Bukankah tadi kau menggodaku dengan menaikkan gas motor, padahal kau tau bagaimana aku saat kecepatan benar-benar tinggi,” kata Sang Wanita sambil cemberut.
“Hahahaha,” Sang Lelaki tertawa dan mulai duduk di kursi kayu teras, wanitanya mengikuti dan duduk di sebelahnya.
“Sudah, puas kan menertawaiku” kata sang wanita kesal, tapi tiba-tiba wajahnya berubah senang saat mengingat sesuatu yang dipikirkannya tadi, “tidakkah kau menyadari sesuatu saat di jalan tadi?” tanyanya pada lelakinya. Kening sang lelaki berkerut, menyadari apa? Batinnya.

Wednesday, December 26, 2012

percakapan satu subjek

“Kau ingin cepat liburan ya?” tanyanya padaku.
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaannya.
“Memangnya apa yang ingin kau lakukan saat liburan?” tanyanya lagi, pertanyaan kedua.
“Mungkin hanya akan menghabiskan malam bersama empat buku yang menumpuk itu, dan akan meminjam buku lagi pada temanku”
“Hanya itu?” pertanyaan ketiganya malam ini.
“Tidak, mungkin aku akan belajar berenang, atau mungkin belajar untuk persiapanku nanti, kau tau apa kan”
“Aha, aku tau. Yang lain?” pertanyaan keempatnya.
“Entahlah, mungkin aku akan belajar lagi, sesuatu yang aku ingin pelajari lagi”
“Kau, gila. Tidakkah kau ingin ikut rencana teman-temanmu untuk pergi ke Ranu Kumbolo?” tanyanya lagi, aku mulai bosan menghitung.
“Pertanyaan bodoh, kau tau kan jawabanku. Tentu aku sangat ingin ikut, tapi mana bisa aku berangkat tanpa ijin ibuku. Mana bisa aku berangkat tanpa kata ‘iya’ dari ibuku. Dan mana mungkin ibuku mengijinkanku” kataku lalu mendesah panjang.
“Yayaya, kenapa kau tak terus berusaha membujuknya? Bukankah alam bisa memeberimu inspirasi? Bukankah kau suka bersentuhan dengan alam?”
Aku memandangnya, kosong. Dia menatapku, ada tanda Tanya dalam wajahnya yang selalu penasaran.
“Ya, kau benar, tapi kau juga tau kan aku malas untuk terus membujuk ibuku. Lagipula, aku ingin mengistirahatkan pundak dan punggungku, satu semester dengan terus membawa tas berat tidak baik untuk kesehatan punggungku, aku tak ingin membebaninya dengan tas karier dengan segala macam isi lagi, aku tak tahan dengan sakit pundak. Dan tentang inspirasi, sebenarnya alam memberiku sekian space memori yang bisa kuingat untuk menulis dan menulis. Kau tau kan dua kata menulis yang ku maksud” jawabku panjang tanpa menatapnya.
Kutangkap anggukannya dari ekor mataku, “tapi, tetap saja, kau benar-benar tak ingin ke sana?” tanyanya lagi, entah ini pertanyaan atau usahanya untuk mempengaruhiku.
“Kau tau tidak tempat apa yang paling ku sukai? Tau kan?”
Kau mengangguk lagi, “oke aku menyerah. Kau lebih menyukai pantai dan saat ini tak punya alasan dan motivasi untuk pergi ke pantai, oke I see.  Lalu apa yang akan kau lakukan sebentar lagi?” dan bertanya lagi, ah dia mulai menyebalkan.
“Belajar,” jawabku singkat.
“Tidakkah kau bosan untuk belajar?”
“Bosan sebenarnya, tapi sebentar lagi ujian dan aku merasa belum cukup siap untuk menjawab pertanyaan dalam lembar soal nanti” jawabku, jujur.
“Ah nilai, kau peduli dengan nilai?” katanya, sedikit meremehkanku, seakan berpikir bahwa aku hanya berorientasi pada nilai.
“Aku sebenarnya tak peduli” jawabku, malas. “Tapi, sekedar belajar dan memperoleh ilmu, itu tak cukup untuk membuktikan apapun pada kedua orang tuaku bahwa aku sudah belajar” lanjutku.
“Jadi nilai hanya sebagai pembuktian?”

caraku

Aku punya sekuntum ragu dan sebait rindu. Aku punya segelas racun dan sebatang korek semangat. Kubunuh raguku dengan racun dan kuhapus rinduku dengan semangat.
Begitulah caraku membunuhmu dalam pikirku, menginjeksikan racun dalam nadi bayangmu. Begitulah caraku mengentaskan rasa, membakarnya dengan mimpi yang panas dan meluap-luap. Begitulah caraku bertahan, terhadap kosong di sebuah titik.
Aku tak mau diam. Aku harus terus berlari, melawan apa yang ku miliki sendiri, menahan apa yang ku miliki sendiri. Untuk tetap tegak dan bernyawa, terus berlari untuk bisa terbang. Ke sana, ke atas sana.

Selamat datang pagi :)

Monday, December 24, 2012

Batas (?)

Sesempit inikah makna toleransi?
Sesempit inikah makna saling menghargai?
Benarkah yang seperti ini?
Kebenaran hanya milikNya
Dan tak ada kepercayaan yang salah di mata pemeluknya. Semua kepercayaan benar di mata pemeluknya.
Tidakkah penggembar gemboran hal ini dan itu di media sosial hanya akan menimbulkan prasangka? Hanya akan menimbulkan percikan akan kebencian-kebecian. Hhhhmm
Sesempit inikah? Hanya sebatas inikah maknanya?
Ckck heran saya

Thursday, December 20, 2012

heran

Ini saya sedang heran. Heran seheran-herannya.
Kenapa ya, saya jarang sekali bisa bikin cerita yang happy ending? atau cerita tentang orang yang lagi jatuh cinta misalnya? atau lagi cerita tentang orang yang lagi bahagia? #jengjeeeeng Sekarang bisanya bikin cerita yang patah hati terus, atau kalau enggak cerita sedih-sedih gitu, ada apa dengan saya, ada apa, ada apaaa?? Apa saya lagi patah hati ya? Ah enggak ah, patah hati sama siapa coba, orang mas Ozil udah selalu sama saya #gila. Saya kenapa ya? Kok rasanya ya susah gitu bikin cerita yang bahagia-bahagia gitu, atau sekedar bayangin cerita bahagia aja jarangnyaaaaa. Akhir-akhir ini bahkan saya sering membayangkan cerita yang akhirnya salah satu tokohnya meninggal dunia (FYI : pas kelas dua SMP, cerita pertama yang saya buat, salah satu tokohnya meninggal, dan akhir ceritanya sad ending). HAHA. Ini saya kenapaaaa? Hehehe, saya emang lebih interest sama cerita yang begitu apa ya? atau emang keadaan saya yang seringnya begitu? aih aih, nggak ah, masa iya, ah enggak ah #mulaifrustasi. 
Sudah ah, saya emang gila kok, jangan terlalu serius makanya..

Oh iya, hari ini hari terakhir saya kuliah di semester tiga. Belum, semester tiga belum usai sebelum IP keluar. Masih lama, masih ada dua pekan UAS di 2013, masih rangkaian dari semester tiga. Masih ada lima semester lagi untuk menetap di sini, ah nggak juga, saya mau empat semester aja yang tersisa buat tetap tinggal di Malang. Habis itu? Loh tanya habis itu saya mau ke mana? InsyaAllah, kalau Allah mengijinkan dan mengabulkan, saya mau terbang ke negeri yang lain, aaaaak semoga bisa ya, semogaaa. Setelah itu? Setelah itu saya mau merealisasikan mimpi saya. Mimpi saya yang bejibun, saya mau bangun sekolah, saya mau ongkang ongkang sikil aja sama buku, sama mau kerja aja sama buku, saya mau jadi tenaga pengajar, saya mau jalan-jalan, saya mau menulis, saya mau ini mau itu. Banyak dan nggak jelas ya? Okelah, satu dua tiga LUPAKAN! Heran, kok malah jadi waras. Terus kapan dong liv ehemnya? nggak tau, nggak mau mikir *boong gede*. AAK tau ah saya nggak mau ngomongin itu. 


Sunday, December 16, 2012

rindu (?)

“kamu tau nggak apa itu rindu?” tanyaku padamu, kau hanya menatapku, alismu bertaut, ada tanda Tanya dalam cekung senyummu.
“rindu adalah ketika aku menginginkan bertemu tapi tak bisa berjumpa” kutatap dirimu, dan kudapati kau dengan pandangan kosong menatap langit.
“rindu adalah ketika segala rasa menumpuk di kepalaku” aku masih menatapmu, dan kau terus memandang kosong langit di atas kita.
“rindu adalah ketika aku bisa merasakan kehadiranmu tapi sebenarnya tak ada” kataku lagi, kini kau menoleh ke arahku, tersenyum, terlihat barisan gigi-gigi putihmu.
Aku tersenyum, ‘rindu adalah ketika aku merindukanmu dalam senyum palsuku’ batinku.
Ku tatap lagi, kau, dalam layar komputerku. Kau, dalam foto-fotomu. 



-----------------------------
words count : 103

Thursday, December 6, 2012

Mendengarkan suara Chrisye malam ini,
Tiba-tiba tersentak lagi, akan dekatnya kematian, akan dekatnya kehidupan dan kematian.
Ah ya Rabb,
Jika Kau ingin memanggilku,
Bisakah Kau memberiku sebuah pesan singkat, ya, untuk mengabariku, bahwa aku akan pergi.ke tempatmu.
Supaya aku bisa mengucapkan selamat tinggal pada kedua orang tuaku, pada adikku, pada teman-temanku, atau pada seseorang.
Atau sampai jumpa, karena siapa tau kita bisa bertemu di alam lain.
Aku tau Engkau sangat sibuk, tapi kumohon, setidaknya kirimkan satu tentaraMu untuk memperingatiku.
Oh Rabb, aku rindu. Aku rindu. Aku rindu.

Kacau

Tiba-tiba si hitam bertanya padaku, "kau baik-baik saja kan?" tanyanya, tak seperti biasa. Biasanya ia bersikap acuh dan tak ramah, tiba-tiba bertanya seolah khawatir begitu, aneh.
Aku hanya mengangguk, tak berkomentar apa-apa.
"Kenapa? Merasa kesepian?" tanyanya lagi.
"Ah, kau butuh teman cerita panjang lebar," tiba-tiba Si Biru datang, mengagetkanku yang setengah melamun.
Aku tak menjawab, malas. Sudah bisa kutebak kemana arah pembicaraan ini nantinya.
Jeda. Mereka juga diam.
"Ada apa kalian? Ke mana selama ini?" tanyaku, parau yang keluar dari tenggorokku.
"Kulihat kau sangat bahagia akhir-akhir ini, jadi mengapa kami harus datang?" jawab si Biru.
"Memangnya kalau aku bahagia kalian tak akan datang? Dan menurut kalian sekarang aku sedang bersedih?" tanyaku lagi, agak terbakar.
"Bukankah biasanya kau sering mengusir kami?" jawab si hitam kali ini, dia selalu membuatku kesal, "Dan ya, tak perlu berdusta, kau sedang bersedih!" katanya keras.
Aku menghembuskan napas keras, ingin ku bantah lagi dua makhluk ini tapi aku malas berdebat dengan mereka, mereka menyebalkan.
"Sedang banyak yang kau pikirkan kan?" tanya si Hitam, antara simpati dan mengejek, samar.
"Sebenarnya Kau gantungkan 'itu' pada siapa?" tiba-tiba si Biru langsung bertanya frontal.
Aku menggeleng, aku tak bisa berbohong pada mereka. Dan aku tak tau, benar-benar tak tau akan jawaban itu.
"Benar ya kau tak tau pada siapa kau gantungkan itu saat ini?" tanya si Biru lagi, kini ia duduk di sampingku, menepuk pundakku yang akhir-akhir ini nyilu. Si hitam hanya berdiri di sampingku sambil melipat tangannya.

Saturday, December 1, 2012

awal di akhir, ini Desember

"Selamat Datang Desember" ucapnya dalam hati.
Ya,  hari ini adalah hari pertama di bulan terakhir tahun ini. 1 Desember 2012.
"So many experience in this year" katanya lagi, lagi-lagi bersuara di dalam hatinya, karena saat ini dia sedang sendiri di dalam kamarnya.
Dia berhenti menulis di buku birunya. Menyandarkan diri pada kursi putihnya dan menatap dinding biru di hadapannya, pandangan kosong. Tiba-tiba berlarian kejadian setahun ini. Dia teringat akan target hidupnya tahun ini, tiga target sederhana yang belum berhasil dikejarnya. 
"Target pertamaku gagal karena satu ketidakjujuranku, kecewa itu pasti, tapi di sini aku dapat belajar bahwa ternyata usaha apapun jika ada sangkut paut ketidakjujuran di dalamnya maka hanya berujung pada penyesalan, yang juga sia-sia" katanya sambil menuliskannya pada buku birunya. Dendang-dendang lagu mengalir dari laptop di atas mejanya. SCHOLARSHIP : target awalnya. Dia tersenyum.
"Aku menginginkan beasiswa karena aku ingin beli sepeda, bukan karena ingin membantu orang tuaku, niatku kurang baik, mungkin karena ini juga Dia tak meloloskan niat ini, oke, terima kasih, Kau menyadarkan aku akan dua hal kali ini, tentang ketidakjujuran dan tentang bagaimana sebuah niat dapat berjalan" dia menuliska