Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, April 1, 2013

horizontal line

"Be careful of laughing at others for perhaps Allah might forgive their ignorance and not forgive your arrogance." Dia bergumam sendiri, menatap layar handphonenya dan menaik-turunkan scrollnya, 'wah ini nih,' batinnya sambil menggeleng-geleng, bercermin tak kasat mata, menelaah bagaimana dirinya sendiri.
"Kenapa?" Lelaki berkacamata yang sedari tadi sibuk membaca kitabnya, heran mendengar Wanita berkerudung di sampingnya yang menggeleng-geleng dan berdecak-decak sendiri, "Ada apa?" tanyanya lagi sambil mengintip handphone yang digenggam wanitanya.
"Ini coba baca," Sang Wanita menyodorkan handphonenya. Lelaki berkacamata nan penyabar itu hanya tersenyum membacanya, menatap lembut Wanita di sampingnya kemudian kembali menekuni kitabnya.
Wanita berkerudung putih itu kembali berselancar bersama jaringan dalam teknologi pintarnya, mengunjungi situs-situs favoritnya, membaca bacaan-bacaan yang membuatnya tersenyum-senyum sendiri. Mereka berdua tenggelam dalam lautan kata-kata masing-masing, menanti matahari benar-benar menyapa bumi di tenggara Asia. Masih tak jauh lepas dari subuh. 
"Apa yang Kau pikirkan setelah membaca kata-kata itu?" Sang Lelaki berbaju taqwa hitam itu menutup kitabnya dan meletakkan kacamatanya. 'Aku tau pasti ada yang kau pikirkan setelah membaca kalimat itu, wanitaku,' batinnya.
"Menurutmu?" tanya Sang Wanita balik, tetap menatap layar pintarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Sedari tadi aku sudah menghidupkan radarku, mencoba membaca pikiranmu, tapi masih tak sanggup ku eja apa yang ada di sana," Lelaki yang masih bersarung itu menatap Wanitanya serius, mencoba menggodanya.

"Bahasa dalam kepalaku terlalu asing ya? Bahasa planet lain ya?" kata Sang Wanita. Sang Lelaki hanya tertawa, bukannya tersanjung justru Wanita pengkhayal di sampingnya malah cemberut.
"Tapi aku tau, pasti sedang ada yang kau pikirkan, benar bukan?" 
Sang Wanita mengangguk. "Aku memikirkan tentang garis horizontal itu," katanya seperti biasa tanpa menatap Lelakinya, menerawang kembali ke beberapa menit lalu saat dia berkaca diri. Lelakinya tak menjawab apapun, hanya menatapnya hingga yang terlihat kerut-kerut di dahinya, tanda Ia sedang berpikir, mengaitkan apa yang telah dibaca Wanitanya dan hubungannya dengan garis horizontal. ‘Ada apa dengan garis horizontal? Apa dia sedang terpikir tentang grafik linier yang kita pelajari tadi malam?’ pikirnya.
Sang wanita tersenyum, “maksudku, garis horizontal, habluminannas.”
Tiba-tiba segala analogi Sang Lelaki runtuh, “oalah, garis horizontal, hubungan antar sesama manusia dan garis vertikal, habluminallah, hubungan dengan Tuhan, hahaha” dia tertawa sendiri teringat akan analoginya sesaat lalu. ‘Ah, pikiranku sedang tidak fokus’ batinnya menyadarinya sendiri.
“Yep, seperti yang pernah kita bicarakan, hubungan antar sesama manusia digambarkan dengan garis horizontal, menurutmu mengapa begitu?” tanya Sang Wanita serius tanpa menanggapi tawa Lelakinya. Perlahan-lahan matahari muncul, membuat bayang panjang vas bunga di samping jendela.
“Karena kita sama-sama di bumi, sama-sama berada di dunia?” kata Sang lelaki sambil mengangkat bahunya, menjawabnya tanpa berpikir, enteng.
Sang wanita hanya mengangguk-angguk sambil membenahi kerudungnya. “Menurutku ada hal lain mengapa itu pantas disebut garis horizontal. Garis horizontal itu sama lurus dan tak bengkok-bengkok, jika manusia berada pada garis itu, tidaklah ada yang lebih tinggi ataupun lebih rendah, tidak ada yang lebih mulia ataupun tidak, tidak ada yang lebih pintar ataupun tidak, sama. Dan jika dihubungkan dengan kalimat di salah satu akun itu, be careful of laughing at others for perhaps Allah might forgive their ignorance and not forgive your arrogance, jika kita berani menertawakan orang lain, berani mengasihani orang lain tapi dengan tawaan, padahal sesungguhnya kita tidak lebih mulia ataupun tidak lebih beruntung daripada orang lain, bukankah bisa dibilang kita sombong?”
“Padahal kita sama saja, bukan?”
“Begitulah, kita berada pada ujung garis yang sama namun hanya keberadaan kita tak pada titik yang sama. Itu juga yang sempat membuatku berpikir bagaimana dengan aku, pernahkah aku berbuat seperti itu atau sedang berbuat seperti itukah aku.”
Sang lelaki tersenyum tanpa berkomentar, menyandarkan punggungnya pada bantalan kursi empuknya, merasakan angin pagi dan sinar lembut matahari menyapa atmosfer di sekelilingnya. Sedangkan Wanita di sampingnya terdiam, membebaskan pikirannya hingga lenyap gelisah dalam kabutnya, bersiap menghadapi hari dengan terus menatap gelap dan terang bergantian.

------------------------
Actually, ada yang ingin saya tambahkan, kemarin saya membaca sesuatu yang ada kaitannya dengan ini tapi saya lupa baca di mana, nanti kapan-kapan kalau saya ingat saya tambahkan. Dan ya, koreksi saya kalau saya salah. Terima kasih dulur sedoyo :)


0 comments:

Post a Comment