Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, April 18, 2013

untittled ----

kangen paling dahsyat ketika dua orang tak saling telepon, SMS, BBM, tapi keduanya diam-diam saling mendoakan. - @sudjiwotedjo

Selamat malam, wahai malam. Kau pernah membaca itu? Aha. Baru saja kau baca bukan? Kau setuju tidak? Aku sendiri kadang setuju kadang tidak. Karena aku jarang sekali menyebut namamu dalam doa-doa panjangku. Kenapa? Karena aku tak pernah meminta ijinmu untuk menyebut namamu dalam doaku, dan mungkin tak akan pernah ku tanyakan itu. Aku hanya tak pernah benar-benar merasa pantas menyebut namamu dalam doaku, ah siapa diriku ini yang begitu berani menyebut namamu yang sejujurnya seringkali muncul dalam benakku itu. Dan lagi, keduanya, aku tak mungkin ada di benakmu. Iya bukan? Ah siapalah aku.
Lalu bagaimana jika aku rindu? Tak inginkah kau bertanya begitu? Jika aku rindu, ku telan sendiri rinduku dengan mimpiku. Kutelan habis tak bersisa, kuteguk tanpa jeda, hingga kadang tersedak. Dan aku tak peduli, agar ia habis tak membekas dalam hariku.
Sering aku bilang pada kawanku, ah dasar kalian galau ah dasar ini ah dasar itu, kali ini karma sepertinya sedang ramah padaku, aku ia datangi. Aku galau? Tidak. Aku hanya sedang ingin membicarakanmu. Sebentar saja, sedetik saja, aku ingin membiarkan sesuatu ini menguasaiku. Ya, sebentar saja, sedetik saja. Esok pagi ku usir dia jauh-jauh, sejauh mungkin, sampai ia tak bisa kembali. Ya, kuharap benar-benar begitu. Meski pada akhirnya ia kembali, seperti malam ini, wahai malam. Tiba-tiba kacau pikirku olehmu, racau yang berterbangan. Dan aku tak peduli. Aku sungguh membebaskanmu, dalam ruang hampa tanpa udara. Agar kau mati. Tapi ternyata kau cahaya. Terang dalam gelap menembus batas udara. Lalu bagaimana bisa? Entahlah, ini bukan kuasaku..
Selamat malam, wahai malam.
Seperti kataku, sebentar saja, sedetik saja.

Ini bukan kau. Tapi aku. Hanya kau yang sanggup mengerti kalimat terakhir.
------------

0 comments:

Post a Comment