In the end of that drama, in the last episode...
Pada titik ini, saya ingin menghentikan waktu. Tepat pada usia saya 20 tahun 137 hari. Usia yang bisa dikatakan cukup dewasa untuk hidup mandiri tanpa campur tangan orang tua saya. Tapi saya ingin menghentikan waktu, saya ingin tetap berada di titik ini, saya ingin tetap berada di dalam pelukan hangat rumah kecil ini. Saya ingin tetap dimarahi setiap pagi karena susah bangun tidur meski sudah diteriaki puluhan kali. Saya ingin tetap merasa ingin pergi jika sudah kesal di rumah, kesal setiap hari diomeli, dan merasa sangat ingin untuk kabur dari kota ini. Dan setelah menit-menit berlalu saya sadar bahwa memang saya yang menyebalkan. Saya ingin tetap seperti ini dan menghilangkan pengandaian kalimat orang tua saya, "kamu harus nyekolahin adekmu kalo papa sama mama nggak ada." Tentu bukan karena keberatan membiayai sekolah adik saya yang bandel minta amplop, tapi karena kata 'nggak ada' yang mau tak mau pasti suatu saat terjadi. Pasti. Tiap yang bernyawa pasti akan kembali pada Dia. Entah saya dulu, entah mereka dahulu, suatu saat kita akan berpisah. Pasti ada titik itu. Tak akan menjauh, antara perjumpaan dan perpisahan. Dan membayangkan titik itu, saya benci, sungguh. Bisakah saya berdiri tegak tanpa perpanjangan lidahNya melalui kedua orang tua saya.