Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Saturday, October 26, 2013

Comparison

Angin sore berjalan riang menerbangkan debu jalan yang kesepian. Harmoni cicit burung dan bising kendaraan bermotor mengimbangi hembus angin.
Wanita bermata sendu itu masih tekun merapal kata dalam beratus lembar kertas di genggamannya.
"Baca buku ini lagi?" sapa Lelaki bergelung handuk di lehernya.
Wanita itu tersenyum, "iya, agar tak sekedar makna buram yang kutelan, ku rasa aku harus membacanya lagi."
"Ya baguslah, daripada hanya menatap sinar matahari senja dengan tatapan kosong, lebih baik memang membaca saja."
"Memangnya aku sepemalas itu ya?" Ada percikan emosi dalam nada suaranya. Sang lelaki hanya mengangkat bahunya.
Lelaki berkaus merah tua itu memandang lekat langit di hadapannya.
"Lah coba lihat, siapa yang suka melamun," sang Wanita mencibir.
"Indah ya ternyata, sinar matahari yang melewati awan lalu membentuk garis seperti itu."
"Lah, makanya jangan salahkan aku jika aku suka melamun memandangi langit, salahkan langitnya mengapa begitu indah."
"Yeee mana bisa begitu. Biasanya apa yang kau pikirkan selama senja di atap ini?"
Sang Wanita tak menjawab, kembali menekuni bukunya. Tapi mata lelaki itu terus menatap wanitanya. "Mau tau?" Wanita itu tertawa, lalu melanjutkan, "seringkali aku hanya menatap kosong langit lalu berandai-andai melihatnya dari penjuru yang berbeda bersamamu," wanita itu melihat lelakinya sekilas yang tersenyum, "selanjutnya seringkali aku menilai diriku sendiri, sudah baikkah hariku saat itu, sudah bermanfaatkah diriku untuk diri sendiri, sudah bermanfaatkah aku bagi orang lain, atau kadang aku juga berpikir, sudah dekatkah aku pada impianku."
"Apa yang kau dapat dari perenunganmu?"
"Seringkali kekecewaan atas diriku sendiri." Wanita itu menghembuskan napasnya, menyandarkan punggungnya ke tembok di belakangnya.
"Kenapa? Apa yang kau kecewakan? Bukannya kau sudah mendapatkan prestasi atas pekerjaan yang kau lakukan?"
"Because of comparison."

"Ha?" Sang Lelaki menganga.
"Iya, kadang secara tak sadar aku membandingkan prestasi diriku dengan orang lain, bagaimana caranya orang lain bisa mendapat prestasi lebih baik daripada aku sementara aku hanya begini-begini saja. Lalu mengapa orang lain bisa mendapat segala yang aku inginkan padahal mereka sudah memiliki lebih dari itu, sementara aku hanya stuck di titik tertentu."
Kemudian Lelaki itu mengusap-usap punggung wanitanya, membuat air mata wanita itu ingin tumpah. Emosi berada di puncaknya, wanita itu meneteskan air matanya. "Terkadang kita tak perlu melakukan perbandingan dengan orang lain. Meski kita telah berusaha dengan bobot yang sama, tapi ada saat-saat dimana memang hasil yang kita peroleh tidak sama sebaik orang lain. Karena modalnya sudah berbeda dari awal, tak ada dari kita yang sama kan? Menurutku perbandingan itu lebih baik dilakukan antara kita yang sekarang dengan kita yang dahulu." Sang Lelaki masih mengusap punggung wanitanya. Ada tanda tanya dalam wajah sang Wanita.
"Iya, untuk bahagia kita hanya perlu membandingkan bagaimana diri kita. Sementara untuk terus berlari, kita perlu membandingkan jarak tempuh kita dengan orang lain, akankah besar perbandingannya atau hanya sejengkal. Ada saat-saat tertentu kan, kapan kita harus membandingkan ataupun tidak."
Sedikit demi sedikit air mata itu berhenti, kepalanya singgah di samping handuk sang Lelaki, pundaknya. 


-----
tulisan 25 Agustus 2013 pukul 17.40
Ditulis di Jember dipost di Malang

0 comments:

Post a Comment