Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sunday, September 4, 2016

(B)utuh



“Apalah arti dari kata-kata yang kau rangkai itu?” protes pertamamu hari ini. “Hanya untuk sedetik saja kau resapi lalu kau uapkan hilang dengan suhumu yang sudah keterlaluan itu?” sarkasmemu yang keterlaluan.
“Apalah arti dari semua yang kau karang itu?” protesmu yang kedua.
Aku mendengus kesal. Bukan padamu, lebih pada diriku sendiri. 
Tapi rupanya kau menyangka aku kesal padamu. Merah padam mukamu itu. “Aku begini karna aku peduli padamu, sudah bermingu-minggu dan perkembanganmu nihil. Kau tau kau membuang begitu banyak waktu yang berharga!”
“Aku tau!” bentakku. Aku ingin kau diam. Aku sedang lelah beradu kata. 
“Kau tau, tapi terus begitu. Kau hanya menghabiskan detik-detikmu demi kesenanganmu. Kau abaikan semua tugas dan hal yang harus kau kerjakan tuntas.”
Baiklah, aku tau kau kecewa padaku. Sama, aku juga kecewa pada diriku sendiri. 

“Kenapa kau diam saja? Biasanya kau jago membantahku, biasanya kau punya seribu alasan membenarkan kelakuanmu. Mana semua alibimu?” Bukannya mereda, kau semakin marah dengan diamku
“Kau makan gaji buta!” Akhirnya kata-kata itu keluar. 
“Cukup!” Dadaku terasa sakit, jantung memompa darah lebih cepat, ini bukan hipertensi, ini hanya efek emosi yang meluap tapi kutahan. Bola kaca di mataku hampir pecah.
“Cukup?” Bukan tanya, tapi sindiran yang kudapat.
“Cukup. Aku tau, aku tau aku salah selama ini hanya mengulur waktu. Aku juga kecewa pada diriku sendiri. Kau tau? Aku merasa tak mampu, aku ingin menyerah. Aku ingin kalah. Kau tau? Aku kehilangan semangatku, serasa aku tak punya lagi mimpi. Ketika segala komparasi membuatku menjadi kosong. Kau tau? Aku ingin menyerah tapi aku takut. Beban di pundakku semakin berat, sementara kakiku enggan melangkah. Aku merasa tak pantas. Tapi aku tak bisa berbuat apa-apa.” Baiklah, akhirnya bola kaca itu pecah, air mataku merembes di pipiku, dan aku tak berharap kau mengusapnya. Tidak!
Kali ini kau yang diam.
“Aku punya segala hal yang ingin ku kerjakan, dan segala hal tersebut terbentur oleh kata ‘tapi’. Aku punya beberapa pertanyaan tentang hal di depan, aku tau jawabannya ada di hatiku. Tapi anehnya, aku butuh orang lain untuk meyakinkanku.”
Kau semakin menunduk. Kau tau, aku tak menyalahkanmu. Kau selalu benar.
“Dari segala hal yang bisa ku kerjakan sendiri, ada satu dua hal yang sangat kubutuhkan dari orang lain. Dukungan yang tulus dan kepercayaan yang menguatkan. Aku butuh itu saat ini, seperti kau bilang tadi, aku kehilangan diriku sendiri. Aku akui, aku kehilangan kepercayaan diriku. Tantangan di depanku terlalu besar, dan aku merasa kecil.”
“Ya, aku butuh kedua hal itu saat ini.” 

Kau tetap diam, entah apa yang ada dipikiranmu

------------------------
aku butuh, agar aku utuh
monolog, percakapan satu arah

0 comments:

Post a Comment