“Sudah lama ya.” Sang Lelaki menatap lurus tanpa fokus,
tersenyum.
Wanita di sampingnya memejamkan matanya, tersenyum, “iya.”
“Memang sudah lama apa?” Hobi lelaki ini adalah menggodanya.
“Ya sudah lama tak kemari lah, iya kan?”
Sang Lelaki tak menjawab, dia bersiul pelan. “Kau senang?”
tanyanya.
Wanita itu mengangguk, “tentu saja, hanya melihat langit malam
sebentar saja seluruh penat dan kesalku bisa hilang, apalagi jika bisa
berlama-lama menjadi penonton langit yang diam ditambah bonus angin begini.”
“Dan ada aku di sampingmu, bonus tambahan yang mahal
harganya.”
“Yeee pede,” Sang Wanita mencibir. Lelaki berbaju hitam itu
hanya tertawa.
Lalu mereka terdiam, merasakan angin sepoi menyapa wajah
mereka. Mendengarkan gemerisik rumput yang bercengkrama dengan angin dan malam.
“Kau tau, di manapun aku berada, jika ada angin sedikit saja
rasanya aku bisa mengingatmu.”
Sang Wanita cemberut, “jadi kau juga mengingatku ketika
angin dari tubuh keluar?”
“Hahaha, beda lagi kalau itu.”
“Menjadi angin, menembus batas merah di atas lembar hijau
biru dan coklat,” kata Sang Wanita sambil tersenyum.