Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Wednesday, May 22, 2013

(ke)khawatir(an)

Duummmm. Suara televisi masih nyaring terdengar. Aku pejamkan mataku, merasakan tentakel sakit menyerang otot dan tulangku. Dingin merambat di ujung kulit leher dan tanganku. Rupanya demam sedang bertamu.
Duumm. Lagi, suara dari film action di televisi. Siapa yang masih betah menonton televisi di tengah malam begini. Selimut dan jaket tak cukup menahan dingin yang bersarang di dalam tubuhku.
Hey, ingat tidak dulu hobimu adalah membuat khawatir! Ada suara dalam kepalaku.
Iya, dulu aku suka sekali membuat orang lain khawatir, pikirku, saat orang lain khawatir padaku seakan mereka peduli padaku. Dan kulakukan itu pada seseorang, yang tiap hari ku khawatirkan.
Puas kau? Suara itu kembali menyapaku.

Hahaha. Kadang aku sengaja tak makan lalu maagku kambuh, padahal kalau sudah diserang maag aku akan terkapar di kasur semalaman dan tidur bergulung. "Tuh kan, ini telat makan lagi pasti, iya kan? Ayo lhaaa makan yang teratur, biar nggak maag, biar cepet gemuk," nada khawatir tersampaikan di telingaku, diolah oleh saraf pusatku, dan terbentuk senyum dalam lengkung bibirku. Dia tak tau aku tersenyum, ada ratusan kilometer antara aku dan dia.
Terkadang jika sudah mandi kemalaman, atau kecapaian, tulang manjaku minta perhatian karna dinginnya. "Ck, sudah selimutan terus tidur sana!" antara ingin marah dan khawatir dalam suaranya.
Aku suka membuatmu khawatir, aku suka saat kau khawatirkan, karna saat itulah aku merasa aku berharga bagimu.
Benar tidak, bukankah seringkali kita mencari perhatian dengan membuat orang lain khawatir? Padahal bagaimana jika kita berada di posisi mereka?
"Hihi, tadi aku jatuh pas main."
"Loh luka?"
"Iya, lumayan besar lukanya. Ini sekarang agak bengkak juga."
"Loh kan, nggak ati-ati sih, sudah dibersihkan lukanya? Ayo itu bengkaknya dikompres ya, kompres hangat aja biar darahnya lancar lagi, air panasnya dimasukkan ke botol itu loh, terus ditempelin di yang bengkak dikasih handuk," aku khawatir sekali, padahal mungkin lukamu hanya luka biasa. Ah seperti itulah, rasanya aku ingin mengompreskan kakimu yang bengkak, membersihkan lukamu dan memberinya obat, lalu seperti biasa aku buatkan teh hangat untukmu.
Aku tersenyum. Ku nikmati sakit yang sedang berbaik hati mengunjungiku. Buat apa sakit jika tak dinikmati, sudah seringkali ku bilang bahwa sakit, atau apapun itu, adalah sementara. Dan sakit adalah alarm, agar aku meluangkan waktuku sejenak untuk berpulang, atau untuk mengingatNya. Ah kenapa seringkali Kau hanya teringat saat sakit, atau saat sendiri, dunia selalu berusaha untuk menyilaukan mataku yang lumpuh. Biarlah tak ku kabari orang tuaku bahwa aku sedang ambruk. Aku harus (ber)pulang sejenak. Selamat malam.

---------
just a simple story :)
terpikirkan saat, saat semalam haha

3 comments:

Teplon said...

kak, ini kenyataan ya?

azzaitun said...

Ah nggak kok, ini nggak ada yang kenyataan heuheu

azzaitun said...
This comment has been removed by the author.

Post a Comment