Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Monday, May 27, 2013

Angin


Kelabu mendung menggulung mengambang antara langit dan bumi. Angin sore menghembus pelan menemani kelabu awan. Wanita bercelana olahraga di halaman rumahnya itu sedang memejamkan matanya, merasakan angin membelai pipinya, menerbangkan ujung kerudungnya, menjatuhkan daun pepohonan di sekitarnya. Hmm, gumamnya pelan sambil tersenyum.
                Beberapa meter dibelekang wanita itu, seorang Lelaki berkacamata tanpa bingkai tersenyum memandang Wanitanya yang merentangkan tangannya itu. “Wah, main angin nggak ngajak-ngajak nih.” Katanya, mengagetkan wanitanya.
“Yah siapa suruh asyik sendiri baca buku, nggak bisa diajak ngobrol.”
“Hehehe, iya iya maaf.” Kemudian lelaki itu berdiri di samping wanitanya, merentangkan tangan dan memejamkan matanya. Lalu tersenyum.
“Kau suka angin juga?” tanya Sang Wanita kemudian.
Sang lelaki tetap terpejam, tetap merentangkan tangan dan merasakan ujung hidungnya disapa oleh angin sore yang sepoi. “Tidak terlalu, aku lebih menyukai wanita yang sangat ingin menjadi angin.”
Sang wanita diam saja. Dasar Lelaki, batinnya. “Andai angin bisa diwarnai ya, kita bisa melihat bagaimana geraknya. Sayang sekali angin itu tak punya warna, hanya bisa dirasa saja keberadaannya, datang dan perginya.”
“Kurasa lebih baik angin tanpa warna, toh tanpa warnapun, kita tetap percaya bahwa angin itu ada kan?”
“Ya, meski tanpa warna dan tanpa wujud yang terlihat, angin tetap dipercaya ada. Bahkan ada yang angin terkadang disamakan dengan sesuatu.”
“Sepertinya aku tau, cinta bukan?” Kini sang Lelaki membuka matanya, memandang Wanita di sampingnya yang memainkan ujung daun kering yang berserakan di halaman.
“Memangnya ada lagi?”
“Ya ya ya, seringkali memang cinta dikatakan seperti angin, datangnya tak kau kapan, eh tiba-tiba ada, dan seringkali juga pergi tak diusir. Angin, kita percaya akan keberadaannya yang sanggup menghembuskan dan menerbangkan. Tapi, mengapa kepada Yang Benar-benar Menghembuskan dan Menerbangkan, kadangkala manusia tak sanggup menyadari dan percaya? Padahal seluruh alam dihembuskan olehNya, diterbangkan olehNya, Dia di mana-mana, tapi kita seakan buta, atau membutakan diri terhadapNya.”
“Tuhan maksudmu?”
“Apalagi?”
Kemudian mereka terdiam, merasakan angin sore membelai kulit mereka di bawah kelabu. Mencoba merasakan hembusan yang dihembuskan oleh Yang Maha Menghembuskan.

0 comments:

Post a Comment