pengagum pelukisnya
aku suka pagi karena ia mengingatkan akan adanya harapan
dan pelangi yang mengajarkan indahnya perbedaan
Bukankah alam sudah mengajarkan nilai serapan
Lalu, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
to be immortal is my desire ~ beware
"Terpikir olehku satu hal, mengapa bulan menampakkan wajah yang berbeda setiap malamnya," kata Sang Wanita, "bukan, bukan tentang rotasi atau revolusi bulan terhadap bumi atau dampak posisinya terhadap cahaya matahari," lanjutnya tanpa menatap lawan bicaranya, hanya menerawang jauh menembus awan-awan kelabu di pikirannya.
Lawan bicaranya, sang lelaki, ah atau lebih tepat disebut kawan bicaranya, hanya menatapnya, aku tak tau apa yang menjadi kabut pikirmu saat ini, batinnya. Kau hanya ingin ku dengar kan saat ini? Aku akan diam, batinnya lagi.
"Mungkin dia ingin mengingatkan kita, atau sekedar menyadarkan bahwa segalanya akan tampak tak sama setiap waktu, mata kita melihat hal yang berbeda pada satu hal yang sama hampir dengan waktu yang cepat. Tapi sebenarnya itu adalah apa yang nampak, bukan apa yang sebenarnya terjadi," kata Sang Wanita lagi. Lelakinya tetap diam, masih menatapnya tanpa senyum.
"Kita seringkali terpaku pada apa yang nampak, apa yang berubah dan terlihat berbeda, bukan apa yang yang sebenarnya ada dan terjadi, ah entahlah," kata Sang Wanita lagi, dia menatap lelakinya, tersenyum sekilas.
Menurutmu apa itu rindu?
Menurutku rindu adalah pembunuh bayaran dari sebuah rasa yang semu--ya, kubilang semu karna ia tampak tak tanya. Kau tau apa maksudku kan?-- Kau tau apa itu rindu? Rindu adalah keinginan untuk bersua tapi tak kunjung keluar suara. Keinginan untuk menyapa tapi tak jua punya asa. Rindu adalah ketika kau ingin bercakap tapi tak bisa bertatap.
Pernahkah kau rindu? Aku pernah, sering. Serasa gila, berdusta pada jiwa. Apa kau pernah rindu? Aku pernah, sering. Serasa mati rasa, bertopeng rupa seolah tak ada apa-apa.
Apakah kau pernah merindu? Pada jalinan kata yang tak pernah bersua?
Ya....
Terpujilah dia yang kurindu, di antara galau dan cemburu - candra malik, fatwa rindu
everything is nothing. nothing is something. something is everything.
Seorang teman saya bilang kalau kata-kata itu mbulet adanya. Saya bilang nggak mbulet kalau dipahami dan dijabarkan, iyakah (?) Entahlah, kata-kata itu muncul saat saya sedang terbang (ngefly maksudnya--gila).
Everything is nothing.
Segalanya adalah tidak ada.
Segalanya di dunia ini adalah tidak ada. Semu. Maya. Tidak kekal.
Nothing is something.
Yang nampak tidak ada, Dia ada.
Something is everything.
Dan Dia, adalah segalanya.
Entahlah, pemahaman saya masih dangkal. Saya masih dibuat gundah gulana tentang suatu pemikiran di kepala saya, pemikiran masa kecil, pemikiran anak SD kelas 4 yang saat itu selalu sukses membuat saya takut dan bergidik ngeri, bahkan sampai saat ini. Jawaban atas pertanyaan saya bukan ada di bumi, tapi di hati. Ah tak taulah, saya masih terus mencari jawaban itu. Kebenaran? Mungkin. Apa saja yang mungkin membuat saya takut, dan saya suka itu.
Aku ingin marah, ingin menunjukkan kesalku kepada siapa saja. Tapi yang ku bisa hanya diam. HANYA DIAM
Aku ingin memaki, ingin ku tunjukkan marahku kepada siapa saja. Tapi yang ku bisa hanya menyiram kepalaku sendiri dengan kata-kata palsu yang ku karang sendiri. APALAGI?
Aku ingin mengatakan segalanya yang ada di dalam kepalaku, mengatakan bahwa aku kesal, aku marah, ya aku marah. Tapi apalagi yang ku bisa selain menulis sendiri di dalam penjara kata-kataku yang bebas. TAK ADA LAGI
Kini aku memandang barisan huruf yang terbentuk lewat jalinan kata yang terpisahkan oleh jeda, hingga terbentuk makna.
Aku marah, aku marah oleh perasaanku sendiri yang tak bisa ku kekang.
Aku marah, aku marah oleh sebuah kesadaran bahwa aku masih dapat kembali lagi menjadi granat.
Aku marah, aku marah karena ternyata aku belum membunuh harimau dalam kepalaku sendiri.
Aku marah, terlebih, kepada perasaanku sendiri.
Lalu apalagi, yang bisa membuatku tenang selain ini?
dan api pun padam, seketika!