Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sunday, February 24, 2013

hehehe

Hari ini hari minggu, hari memalaskan sedunia (ya, dunia saya). Baru saja saya melihat avatar adik saya di twitter, fotonya ketika masih kecil. Tiba-tiba saya teringat percakapan antara saya, mama dan adik saya beberapa minggu yang lalu saat minggu tenang sebelum ujian akhir semester.

Seperti biasa, sore hari saya pasti malas-malasan tidur di kamar orang tua saya (tau kenapa saya suka tidur di kamar itu? Karena di sana kasurnya lebih empuk dan ada guling yang bisa saya pakai, di kamar saya sendiri nggak ada guling hadeh). Sore itu mama juga sedang ada di kamar, jadilah kami tidur-tiduran sambil bercerita. Awalnya kami bercerita tentang proses melahirkan, katanya sih anak yang nomer tiga yang paling sakit, terus kata mama juga, sakitnya itu seperti seluruh sakit di dunia dijadikan satu, aaaak saya jadi begidik sendiri. Pantaslah mengapa surga ada di telapak kaki ibu.

Setelah panjang lebar nggak karuan cerita melahirkan, akhirnya adik saya datang, ikut nimbrung di kamar, kami bercerita tentang masa kecil kami yang berbeda. Saya dan adik saya sungguh bertolak belakang, dulu saya anak yang pendiam dan penurut (sekarang juga masih kok :p hahaha), kata mama kalau misalnya saya mau minta-minta selalu tanya dulu, "mama punya uang?" lah kalau misalnya mama jawab nggak, ya udah saya nggak akan minta. Nah beda lagi sama adik saya, dia anak yang super duper bandel pas kecilnya. Dulu pernah suatu hari setelah bangun tidur, adik saya tiba-tiba minta dibelikan kalung emas, nangis terus sampai dibelikan, yah akhirnya jadilah dia dibelikan kalung yang imitasi. Hadeuh. Juga pernah dibelikan cincin emas eh cincinnya dikasi makan ke kelinci atau ayam gitu *saya lupa*. Ini anak emang rada-rada.

Lalu pembicaraan beralih ketika kami masih menetap di desa Mumbulsari (salah satu kecamatan pojokan di Kabupaten Jember). "Kamu itu bel, dulu nggak pernah akur sama mbahyut, mesti mbok ajak tengkar terus, baru kalo udah ada maunya, kalo mau beli-beli baru minta uangnya ke mbahyut," kata mama ke adik saya, kami tertawa. Beda lagi sama saya, saya selalu akur sama mbahyut, hahaha, dulu kalau saya nggak mau makan, mesti dicekokinya sama mbahyut, kadang juga ngempengnya sama mbahyut, iyeeeah, hahahaha. Sampai-sampai pada saat sakaratul mautnya, yang dicari beliau adalah saya, ovi. Hmm.

Saya masih sering ingat masa kecil saya, masa kecil yang biasa-biasa saja karena saya nggak pernah berbuat nakal dan saya menyesal kenapa dulu saya nggak nakal aja sih. Kalau misalnya dibandingkan dengan cerita adik saya tentu berbeda 180°. Akhirnya percakapan antara saya, mama dan adik berhenti ketika saya tutup dengan pengakuan saya, "Ma, dulu kan aku suka main boneka di kursi itu ma, nah itu biasanya aku main sampe ketiduran kan, kadang aku pura-pura tidur biar digendong sama papa ke kamar, hehehe." Hehehe. Lalu adzan magrib berkumandang, kami pun bubar.

0 comments:

Post a Comment