Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Friday, February 8, 2013

Rasa

Matahari sudah datang dan menyapa bumi di perbatasan, membentuk bayang panjang-panjang untuk yang menantangnya. Pagi yang sempurna untuk merasa dan berpikir. Mereka sedang berada di meja makan, menyantap roti dan secangkir teh dan kopi panas.
“Hmm, pahit,” kata Sang lelaki saat merasakan kopinya.
“Hmm, manis,” kata Sang Wanita, setelah mencicipi teh yang dibuatnya sendiri. Dia tersenyum sambil mencibir Lelakinya.
Sang Lelaki tertawa, melihat tingkah Wanita di hadapannya yang terasa berbeda dari semalam. “Sudah hilang dukamu?”
Sang Wanita mengangguk, dan tersenyum. Kembali merasakan teh manis di cangkir dalam genggamannya.
“Bagaimana rasanya?” tanya Sang Lelaki, bertanya tentang suntuk Sang Wanita semalam.
“Pahit, seperti kopimu itu.”
“Benarkah?”
“Iya, tapi sepahit apapun itu tetap saja akan hilang kan rasanya,” kata sang Wanita lagi, meghirup aroma teh manis favoritnya.
“Enak tidak?” tanya Sang Lelaki lagi, sepertinya dia ingin membuat Wanitanya kesal atas pertanyaannya.
“Tentu enak, semua rasa kan harus dinikmati. Pedasnya sambal itu enak, manisnya teh ini juga enak, pahitnya kopimu enak kan? Sama juga dengan pahitnya dukaku, enak kok.” Jeda, Sang Wanita menyengir, menunjukkan deretan gigi-giginya. Lalu melanjutkan, “dan lagi, aku pikir, semua rasa itu tidak ada yang kekal, semuanya sementara. Manisnya bahagia itu sementara, pahitnya duka juga sementara, bahkan pedasnya perkataan seseorang juga sementara. Setelah sekian waktu, semuanya akan terasa hambar kan.”
“Kau benar juga, jadi untuk apa berkubang dalam perasaan yang sama hanya untuk berduka, jika pahit itu bisa menjadi hambar. Dan untuk apa terlalu terlena oleh sesuatu jika manisnya bisa menjadi masam.”
“Ya, kurasa, semua rasa oleh indra itu tak ada yang kekal.”
Mereka berdua sama-sama mengangguk, sama-sama kembali menyeruput minuman di cangkir masing-masing.
“Apa karena itu juga ya, Tuhan tidak menampakkan dirinya? Karena dengan tidak dirasakan oleh indra pengelihatan, penciuman, pengecap, dan peraba lah, Dia kekal, karena Dia hanya bisa dirasakan oleh hati, hmm?” kata sang wanita tiba-tiba, retoris, ia menggantungkan pertanyaannya, tak membutuhkan jawaban. Lelakinya hanya menatapnya.

------------

0 comments:

Post a Comment