Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Tuesday, May 29, 2012

pendakian

"aku ingin dua" katamu
"ah enggak ! kurang banyak ! aku mau empat !" kataku besemangat.
Kau tersenyum, ingin membantah seperti biasanya, meski aku benar, kau tetap membantahku bukan? senang jika aku meracau dan marah, bukankah begitu dirimu? 

Kita melewati jalan-jalan berbatu, kebun coklat di samping kanan kiri kita menambah sejuk udara yang kita lewati. 
Aku terdiam, dan kau juga diam, yang terdengar hanya suara motor yang kita naiki.
"Kenapa?" tanyamu sambil sedikit menoleh ke arahku di belakangmu.
"Ga apa-apa" jawabku singkat, aku sedikit malas untuk berbicara.
"Kok diem?" tanyamu lagi, sepoi angin membuat rambutmu seperti berterbangan.
"Emang aneh ya kalau aku diem? aku kan emang pendiem" jawabku datar.
Kau mencibirku sambil tersenyum.
"Yaudah, aku diem aja deh, aku ga mau ngomong sampe nyampe entar" kataku, memunculkan nada kesal dalam suaraku.
Dan kau mulai menghitung angka-angka sambil tertawa.
Aku menahan bibirku untuk berbicara, diam, hingga aku tak tahan untuk tertawa, belum genap 30 detik, aku berbicara lagi, meracau, dan meracau lagi. Dan inilah yang kusuka darimu, kau selalu mendengarkanku, sekacau apapun racauanku, segila apapun impianku, sehancur apapun suaraku. Kau adalah pendengar yang baik, untukku.

Kita sampai di persimpangan jalan, setelah sekian menit mendaki dan yang tampak hanya jalan setapak dengan rumput-rumput liar di samping kanan-kirinya. Aku tau sebenarnya kakiku sudah penuh oleh luka-luka dan lecet-lecet kecil yang berasal dari sayatan tumbuhan-tumbuhan ini, tapi aku tetap mendaki, tak memperdulikan kakiku. Dan itu juga sebenarnya salahmu, karena kau memakai celana selutut kesayanganmu itulah aku juga menggunakan celana selutut favoritku, haha. 
Keringat sudah mengucur deras, dan rasanya bajuku kebas oleh keringat. Aku menghentikan langkahku, berdiam sejenak meluruskan kakiku, kau juga berhenti, "kenapa? capek? udah deket puncak kok," katamu. Aku hanya menggeleng, biarpun aku perempuan, aku tak mau terlihat lemah di sini entah mengapa. "Ayo udah mau sampe puncak ini," katamu menyemangatiku. "Ah mana, dari tadi mau sampe mau sampe terus, bohong ini," kataku meggerutu. "Loh beneran ini" katamu. Dan benar saja, kita sampai di tempat yang agak lapang dengan pohon bambu di sana sini dan ada jalan menurun yang terlihat. "Nah kan," katamu lega. semakin aku melangkah ke bawah, semakin aku mendengar suara ombak yang menghantam tebing, aku mendengarnya, dan langkahku kian cepat untuk sampai di pantai berpasir putih itu. Kau tersenyum di belakangku. 
"Aku bahagia kalau kamu bahagia" katamu setelah itu, dan aku hanya terenyum membaca pesan singkatmu, "Akupun begitu" balasku singkat.

Kini aku duduk sendiri di tempat ini, lihatlah, birunya pantai itu, dan dengarkan deru ombaknya, 'hei, kau dimana?' 


---------------------
terinspirasi dari foto-foto
penulis favorit saya
di pantai, bersama istrinya :)
ah ~~

0 comments:

Post a Comment