Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Tuesday, December 24, 2013

The Host

Sang Inang.

Baru selesai saya menonton film The Host, tentu bukan film baru, tentu juga tidak menonton di bioskop. You know this movie? Or maybe you know the novel? Kira-kira tiga tahun lalu saya membaca novel The Host karya Stephehie Meyer, novel seorang teman saya juga, hehe. Stephenie Meyer, penulis wanita luar biasa saya pikir. Saya takjub dengan bagaimana cara dia membayangkan, bagaimana cara dia berimajinasi. Sama seperti J.K Rowling yang imajinasinya tak kalah luar biasa. Ini orang-orang bagaimana caranya berkhayal bisa seperti itu.

The Host. Cerita tentang penjajahan bumi oleh makhluk asing yang actually hanya karena seonggok jiwa, yang bisa masuk ke dalam tubuh manusia dan jiwa manusia di dalamnya bisa mati – atau tidak. Kalau dipikir-pikir sih memang tidak mungkin ini terjadi, tapi ah apa yang tidak mungkin? Tidak ada yang tidak mungkin menjadikan segala sesuatu menjadi mungkin. Maybe yes maybe no.
Saat saya menonton sebuah film dan saya pernah membaca novelnya, seringkali saya kecewa. Tapi yes, sebuah film hampir tidak mungkin untuk persis sama dengan bukunya. Salah satu film yang mengecewakan buat saya adalah The Da Vinci Code. Saya rasa, tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya kurang sesuai dengan penggambaran di novelnya. Kalau urusan ilmu, penjelasan atau lebih tepatnya konspirasi di dalam buku sudah jelas banyak yang ketinggalan, namun itu semua bisa dimaklumi karena mana bisa membuat film sepanjang itu? Mau durasi berapa jam itu film. Dan kembali lagi ke The Host, entah kenapa saya rasa film ini cukup sesuai dengan novelnya, ya saya pikir mungkin saya berpikiran begitu karena saya sudah lama membaca jadi ada informasi-informasi yang terlupakan. Tapi ya memang sih, saya pasti akan kehilangan beberapa informasi yang ada di dalam buku, karena saya adalah pencinta alur hehe. Kalau urusan alur saya akan ingat heuheu.

Kali kedua saya menyelami cerita di The Host ini, ada satu pikiran yang tiba-tiba menggantung dalam tempurung kepala saya. Well, ternyata manusia itu begitu.

Jadi begini, dalam film ini, serasa ada dua kubu di dunia, ‘kubu manusia’ dan ‘kubu jiwa lain dalam tubuh manusia’ selanjutnya mari kita sebut saja alien. Kehidupan alien ini di bumi luar biasa, tidak ada pelanggaran, tidak ada kebohongan. Alien dapat dengan mudah melacak manusia hanya dengan melihat kecepatan mobil di jalanan. Kalau sudah melanggar batas maksimal kecepatan, yowis, itu sudah pasti manusia. Saya membayangkan kalau alien itu pertama turun di Indonesia, ya buyar, langsung ludes manusia aslinya. Dan lagi, di semua pertokoan tak menggunakan kasir, no need to pay! Asik mungkin ya, dunia dalam satu harmoni, saling percaya, tak ada kebohongan dan selalu dalam kedamaian. Heuheu mustahal.

Lain lagi, dua kubu itu saling menyerang, si kubu manusia berpikir bahwa kubu alien itu berbahaya, dan begitu sebaliknya. Tapi ada satu yang paling berbeda di antara dua kubu ini. Kubu alien tidak akan membunuh dengan kejam pada manusia, tapi sebaliknya, manusia dengan mudah akan membunuh apapun asal ada pertentangan yang mereka anggap benar. 

Then saya berpikir, wuiiih, jadi apa begini ya manusia? Kita cenderung menghalalkan apapun atas dasar perbedaan. Isn’t it? Aku berbeda dengan kamu, perbedaan yang tak terlalu penting bisa membuatku membunuhmu dan begitu sebaliknya, aku bisa saja dengan mudah membunuhmu. Tentu tidak sekedar membunuh mematikan, bisa saja membunuh dengan cara-cara lain. Membunuh seseorang dengan cara membiarkannya mati tapi seperti orang hidup, misalnya.

Ada satu percakapan antar manusia yang lumayan membuat saya tertawa dengan pikiran, ‘benar juga’

Jared     : aku tak mempercayainya, bisa saja dia pencari
Ian         : dia tidak seperti pencari yang pernah kulihat. Jika giliranmu dan Kyle menjaganya, jangan lakukan itu
Jared     : kita harus tetap hidup
Ian         : Apa? Kau akan biarkan Kyle membunuhnya?
Jared     : Itu rencana yang bagus
Ian         : apa yang terjadi dalam tubuhnya?
Jared     : Dia adalah musuh, jangan lupa itu.
Ian         : Kau tak merasa bersalah sama sekali? aku sudah pernah membunuh
Jared     : tak masalah. Dia bukan manusia
Ian         : jadi kita berhenti berlaku manusiawi?

Jederr! Apa itu manusiawi? Bagaimana kita bisa bilang manusiawi kalau jiwa asli sudah begitu? Dan bagaimana jiwa manusia yang sebenarnya? Nafsu negatif itu luar biasa ya.
Tapi meski begitu, Tuhan ternyata menciptakan manusia dengan sempurna, kumplit. 

Manusia mungkin memiliki satu sisi paling hitam, tapi ada sisi lain yang sungguh terang. Tau apa itu? Cintaaaa……. Hahaha

Karena satu hal itu, si alien bisa bersahabat dan hidup bersama dengan manusia. So sweet kan?


2 comments:

AminAwilaga said...

Hobi bgd nulis yaa? Sipsip lnjutkan :D
salam apa kabar

azzaitun said...

it's more than just a hobby bro :D
salam kabar baik

Post a Comment