Sang Inang.
Baru selesai saya menonton film The Host, tentu bukan film
baru, tentu juga tidak menonton di bioskop. You
know this movie? Or maybe you know the novel? Kira-kira tiga tahun lalu
saya membaca novel The Host karya Stephehie Meyer, novel seorang teman saya
juga, hehe. Stephenie Meyer, penulis wanita luar biasa saya pikir. Saya takjub
dengan bagaimana cara dia membayangkan, bagaimana cara dia berimajinasi. Sama
seperti J.K Rowling yang imajinasinya tak kalah luar biasa. Ini orang-orang
bagaimana caranya berkhayal bisa seperti itu.
The Host. Cerita tentang penjajahan bumi oleh makhluk asing
yang actually hanya karena seonggok jiwa, yang bisa masuk ke dalam tubuh
manusia dan jiwa manusia di dalamnya bisa mati – atau tidak. Kalau
dipikir-pikir sih memang tidak mungkin ini terjadi, tapi ah apa yang tidak
mungkin? Tidak ada yang tidak mungkin menjadikan segala sesuatu menjadi
mungkin. Maybe yes maybe no.
Kali kedua saya menyelami cerita di The Host ini, ada satu
pikiran yang tiba-tiba menggantung dalam tempurung kepala saya. Well, ternyata
manusia itu begitu.
Jadi begini, dalam film ini, serasa ada dua kubu di dunia,
‘kubu manusia’ dan ‘kubu jiwa lain dalam tubuh manusia’ selanjutnya mari kita
sebut saja alien. Kehidupan alien ini di bumi luar biasa, tidak ada
pelanggaran, tidak ada kebohongan. Alien dapat dengan mudah melacak manusia
hanya dengan melihat kecepatan mobil di jalanan. Kalau sudah melanggar batas
maksimal kecepatan, yowis, itu sudah
pasti manusia. Saya membayangkan kalau alien itu pertama turun di Indonesia, ya
buyar, langsung ludes manusia aslinya. Dan lagi, di semua pertokoan tak menggunakan
kasir, no need to pay! Asik mungkin
ya, dunia dalam satu harmoni, saling percaya, tak ada kebohongan dan selalu
dalam kedamaian. Heuheu mustahal.
Lain lagi, dua kubu itu saling menyerang, si kubu manusia
berpikir bahwa kubu alien itu berbahaya, dan begitu sebaliknya. Tapi ada satu
yang paling berbeda di antara dua kubu ini. Kubu alien tidak akan membunuh
dengan kejam pada manusia, tapi sebaliknya, manusia dengan mudah akan membunuh
apapun asal ada pertentangan yang mereka anggap benar.
Then saya berpikir, wuiiih, jadi apa begini ya manusia? Kita
cenderung menghalalkan apapun atas dasar perbedaan. Isn’t it? Aku berbeda dengan kamu, perbedaan yang tak terlalu
penting bisa membuatku membunuhmu dan begitu sebaliknya, aku bisa saja dengan
mudah membunuhmu. Tentu tidak sekedar membunuh mematikan, bisa saja membunuh
dengan cara-cara lain. Membunuh seseorang dengan cara membiarkannya mati tapi
seperti orang hidup, misalnya.
Ada satu
percakapan antar manusia yang lumayan membuat saya tertawa dengan pikiran,
‘benar juga’
Jared : aku tak mempercayainya, bisa saja dia
pencari
Ian : dia tidak seperti pencari yang pernah
kulihat. Jika giliranmu dan Kyle menjaganya, jangan lakukan itu
Jared : kita harus tetap hidup
Ian : Apa? Kau akan biarkan Kyle
membunuhnya?
Jared : Itu rencana yang bagus
Ian : apa yang terjadi dalam tubuhnya?
Jared : Dia adalah musuh, jangan lupa itu.
Ian : Kau tak merasa bersalah sama sekali? aku
sudah pernah membunuh
Jared : tak masalah. Dia bukan manusia
Ian : jadi
kita berhenti berlaku manusiawi?
Jederr! Apa itu
manusiawi? Bagaimana kita bisa bilang manusiawi kalau jiwa asli sudah begitu?
Dan bagaimana jiwa manusia yang sebenarnya? Nafsu negatif itu luar biasa ya.
Tapi meski begitu, Tuhan ternyata menciptakan manusia dengan
sempurna, kumplit.
Manusia mungkin memiliki satu sisi paling hitam, tapi ada
sisi lain yang sungguh terang. Tau apa itu? Cintaaaa……. Hahaha
Karena satu hal itu, si alien bisa bersahabat dan hidup
bersama dengan manusia. So sweet kan?
2 comments:
Hobi bgd nulis yaa? Sipsip lnjutkan :D
salam apa kabar
it's more than just a hobby bro :D
salam kabar baik
Post a Comment