Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Thursday, November 1, 2012

hikmah "...... telur"

hikmah ..... telur?
Ya! Enam titik sebelum kata telur itu memiliki sebuah arti, lebih tepatnya sebuah kata yang disembunyikan dan belum diungkapkan. Enam titik itu akan saya isikan dengan enam huruf dari 26 abjad alfabet, enam huruf tersebut yaitu A-L-E-R-G-I. #cetaaar! Kenapa dengan alergi telur? Ada apa dengan alergi telur? Iya, sebenarnya alergi telur itu sudah biasa ada, tapi hikmah dari alergi telur? entahlah, bzzzzz

Dimulai saat awal semester satu kemarin saya mengidap suatu penyakit mematikan bernama alergi telur. Heran juga sebenarnya kenapa penyakit mematikan ini muncul saat saya sudah kuliah, padahal saya mengkonsumsi makanan berbahaya bernama telur ini tidak sesering saat saya masih duduk di kursi malas bernama Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Dulu, telur itu serasa makanan pokok sehari-hari -tentu tak seberbahaya saat ini-, makanan bulat berbentuk agak oval itu hampir setiap hari saya konsumsi sebelum berangkat sekolah, dimasak dengan cairan mengandung lemak dan jadilah makhluk yang kaya protein itu menjadi mata seekor hewan pemamah biak. Setiap hari, ya! hampir setiap hari saya makan mata besar itu, bersama nasi dan kecap. Itu adalah menu pokok yang mudah dijangkau untuk pagi hari. Dan saat ini, saat saya sudah berlabel siswa besar, saat makhluk berbahaya kaya protein itu mudah dijangkau keberadaannya bagi dompet makhluk siswa besar, saya malah alergi terhadapnya, alergiiiiii!!!


Okelah jika saya memang harus alergi udang, tak apa, karena saya juga tak seberapa suka udang, tapi telur? Telur? Tak sampai hati saya berkhianat pada tubuh saya untuk mengkonsumsinya, karena makanan bercangkang itu dapat membuat saya bentol-bentol merah dan ajaibnya itu menimbulkan rasa gatal dan sakit, luar binasa. Makasih loh ya. Sudah hampir dua bulan ini saya tak menyentuh makhluk berbahaya itu, walau rasanya lidah ini rindu oleh kehadirannya. 

Dimana hikmahnya? 
Oke, jadi ceritanya tadi, eh kemarin siang, eh ya pokoknya beberapa jam yang lalulah, saya makan di kopma (koperasi mahasiswa) dan sudah tergoda oleh penampilan fu yung hai yang dipamerkan di salah satu meja, aduhai sekali sepertinya. Sudah siap melangkah untuk mencobanya tapi akhirnya saya nyeleweng ke penjual ayam. Hampir saja khilaf dan menyentuh makhluk berbahaya tersebut, padahal sedikit saja saya bisa terjerumus terhadap dosa besar dalam mencelakakan tangan dan kaki saya terhadap timbulnya bentol-bentol berapi itu. Lalu saya berpikir, mungkin dari sinilah saya tidak sengaja diajarkan untuk terus bersabar, ya bersabar, bersabar dengan salah satu bentuk kenikmatan makan telur yang bisa saja saya lalukan dengan mudah (karena harganya murah, hahaha) tapi akhirnya malah mencelakakan kesehatan kulit kaki dan tangan saya sendiri. 

Kemudian, semakin malam saya berpikir, mungkin para tikus harus diberi alergi telur dulu supaya bisa belajar sabar, sabar terhadap segala godaan yang datang, godaan yang timbul karena iming-iming kesenangan sesaat yang berkelebatan di kepala. Padahal, nantinya, tikus-tikus itu akan merasakan bagaimana sakitnya setelah 'makan telur', bagaimana panasnya api efek bentol-bentol di tubuh. 

Tau kan, maksud saya tikus itu siapa? :)
Yuk teman, belajar bersabar! 
man shabara shafira.  
dan selamat  datang november yang sibuk :)

4 comments:

RaionQ said...

dulu aku alergi telur n antibiotik, tp skrang nggak.
mngkin telurnya udah pada bermutasi ngikuti prkmbangan zaman itu. haha

azzaitun said...

kok iso sembuh elerginya? parah ini alergiku tiiiw T-T

RaionQ said...

aku alergi sejak kecil, jadi mgnkin skrg bdanku imunnya udah kuat. hehe
ibuku juga ngalamin hal yg sama ma km lip, klo makan telur jd bentol2 merah n ditengahnya ada nanahnya. ktanya dokter y alergi telur itu..

azzaitun said...

nah, aku sama kayak ibumu tiw, waah beneran alergi ini berarti

Post a Comment