Wednesday, November 5, 2014
Lebur melebur lebur
Melankolis. Saya dominan dengan tipe kepribadian yang itu. Untuk berbicara pada orang lain, menuangkan apapun yang saya pikirkan dan saya rasakan tentang mereka itu bukan pekerjaan yang mudah bagi saya. Sebelum mengatakan ini itu, saya selalu berpikir, 'apakah kalau saya bicara begitu akan menyakiti hatinya, apakah benar kalau mereka begini, mereka begitu, apa bukan saya yang salah, apa nanti mereka tak akan terluka oleh kata-kata saya.' Well, terlalu banyak berpikir itu kadang melelahkan, seringkali malah itikat kita untuk menyampaikan uraian perasaan jengkel dan kesal jadi tak tersampaikan. Begitulah saya, seringkali diam kalau kesal.
Monday, November 3, 2014
Black Side
Friday, October 17, 2014
Jika Aku Tak Punya Kepala
Wednesday, September 17, 2014
Kebencian
Friday, September 5, 2014
Tadi pagi saya dapat mimpi aneh, entah mimpi itu refleksi dari apa. Saya mimpi dijodohkan dengan seorang laki-laki (saya juga tidak tau dia siapa). Dan setelah pertemuan saya tak mau dijodohkan dengan lelaki tsb, you know why? Karena saat shalat dia berhenti di tengah-tengah lantas tertawa (di mimpi pun saya sadar, itu cuma alasan saya, dari awal saya udah nggak suka). Pffft ini mimpi macam apa juga saya tak paham. Akhir-akhir ini mimpi saya geje, tak seperti dulu yang seringnya petualangan, sekarang temanya seputar begini-begini. Aih
Terserah yang kasih mimpi deh ya..
じゃまたね。
Thursday, September 4, 2014
Wednesday, August 27, 2014
untied
Lalu padaMulah, aku ingin mengaduh, meminta dan memohon. Aku kehilangan kata, tak tau harus berucap apa, terpenjara oleh kebingunganku sendiri. Aku harus bagaimana? Apa yang harus ku harapkan? Apa yang harus ku katakan? Ketika ketidaktahuanku, keputusasaanku dan segala kelemahanku menumpuk menjadi satu, dan keraguanku mengeruhkan segalanya.
Ah
Bagaimana aku harus berdoa, Tuhan?
Friday, April 25, 2014
Biru
Malam ini mendung
Malam ini biru
Dengan napas tertahan
Dengan suara teredam
Hanyut aku dalam lautan biruku
Adaku
Hadirku
Aku takut
Takut akan kobaran yang kusulut sendiri
Betapa aku takut akan apiku sendiri
Yang kukira sudah padam
Tapi ternyata masih membara dalam sekam
Betapa takut kulukai hati dengan lidahku
Betapa aku takut
Betapa aku muak
Betapa aku muak
Muak akan amarah
Muak akan emosi
Muak akan segala yang membakar kesabaranku
Kesabaran yang selalu ku bangun
Lantas hancur
Ya Rabbana, mengapa Engkau ciptakan aku dengan tempramen setinggi ini? mengapa Engkau ciptakan aku dengan seidealis ini?
Ya Rabb, apakah ini agar aku terua bersabar dalam segala kondisi? Bukankah Engkau bersama orang-orang sabar?
Lalu, bagaimana denganku? Apakah Engkau (masih) bersamaku?
Sungguh, aku takut. Kemana lagi aku harus lari jika Engkau tak lagi bersamaku?
...
di ujung hari,
selalu ku rutuki diriku sendiri.
dan aku benci.
Monday, March 17, 2014
Tinggi
"Iya, coba deh liat mereka sendiri gimana, gitu mau jadi atasan," temanku menimpali.
Lalu keributan menarik sahabatku ke tempat lainnya. Aku diam saja di tempat ini, masih malas berbuat sesuatu. Bosan.
Aku pandangi penjuru ruangan. Kacau balau. Berantakan. Tak betah aku di dalam, ke luar aku duduk di seberang pintu yang membuka terang ruangan.
Lalu satu persatu temanku datang. Huru hara mereka katakan apa yang ingin mereka katakan, aku diam saja, mengamini dalam hati. Begitu yang sekilas aku lihat, begitu yang sekilas aku rasakan. Aku tetap diam sementara mereka katakan macam-macam. Puas membuang sampah, mereka berlalu. Sementara aku tetap duduk di tempatku, "ah aku mau jadi biasa-biasa sajalah." "Kita nggak boleh merasa tinggi, harus merasa rendah terus. Jangan selalu merasa bisa sementara merendahkan orang lain," kata teman di sampingku.
Tepat sasaran. Mati aku. Ya, aku merasa tinggi beberapa hari ini. Merasa aku bisa sementara orang lain terus berada di posisi yang salah. Ah, siapalah aku.
Friday, March 14, 2014
Surat ketiga
Selamat malam, hai apa kabar kau.
Semoga kau selalu dalam keadaan sehat dan bahagia.
Aku sedang merindukanmu.
Akhir-akhir ini aku memikirkanmu, dalam suntuk luar biasa jika ada kau mungkin aku bisa berbagi apa yang benar-benar ingin ku bagi. Kadangkala menggunakan topeng segala rupa untuk menutup kelelahan, kekesalan dan rasa gerah itu tak menyenangkan. Ada kalanya ingin sekali menceritakan apa yang benar-benar dirasakan pada orang yang ingin mendengarkan. Karena aku tak bisa bilang 'hah aku capek' kali ini, berbeda kondisi.
Kau bisa ku temui dimana? Dalam sujud-sujud kosong malam harikah? Saat hanya berdua aku dan Dia? atau dalam kesadaran terendahku di malam hari?
Beberapa hari yang lalu seorang teman bertanya padaku, "emang kamu cari yang gimana?" Aku diam, diam saja, memikirkan jawaban yang aku tau pasti.
Tadi sore aku melewatkan dua waktu shalat akibat ketiduran. Ternyata aku benar-benar manusia, tak bisa menahan puncak lelah di bahuku. Rencana mencari makan, mandi dan briefing asisten lewat begitu saja. Pukul lima sore sampai pukul delapan malam yang benar-benar berkualitas. Mungkin jika tak ada dering telepon tadi, bablas aku sampai subuh besok. Kamis yang tanpa terlelap, jumat hanya tidur satu setengah jam.
Ah indah hidupku. Kesibukan itu menyenangkan. Dan melewatkan sebuah ritual dan jadwal akibat ketiduran itu jadi menyebalkan.
Aku ingin menyegarkan kembali kepalaku. Bisa kutemui dimana dirimu? Pada lembar sebelum lembar yang ditautkannya nama kita? Sampai uluran waktu yang mana?
Aku ingin naik gunung lagi, kapan kau mau menemaniku? Pantai masih nomor satu, tapi gunung membuatku jatuh hati.
Mungkin jika orang lain membaca suratku padamu kali ini, akan terlihat luar biasa kacau dan galau. Tapi aku tak peduli. Rindu bukan sesuatu yang memalukan, kan?
Sudahlah, aku ingin merebahkan badanku. Sampai bertemu dalam gerbang halus mimpi, meski tak jelas rona dan sosokmu.
Semoga kau selalu sehat dan bahagia. Meski tak selalu, setidaknya tersenyumlah saat tak dalam itu.
Sampai jumpa.
Wassalamu'alaikum
pecah
selamat dini hari. Setelah sekian lama tak berkata-kata disini, saya ingin bilang sesuatu. Saya habis memecahkan salah satu bagian tabung ekstraktor soxhlet. Mati. Mau nangis, lebay. Mau misuh, males. Mau teriak-teriak, nanti setan dateng. Haih. Ini udah empat malam nginep di lab, akhirnya mecahin sesuatu juga. Iya, nggak afdol kali ya kalo ngelab tapi nggak mecahin sesuatu. Ah mati ah..
Pfft mau tidur aja nggak bisa gegara masuk angin. Ah tauk lah. Itu harga ekstraktor berapa, besok pagi pasti dimarahin laboran, dimaki-maki kakak tingkat yang mau penelitian. Apakah ini hanya mimpi? T-T
Monday, February 17, 2014
Pelangi malam hari
"Kalau pertanyaan, 'apa yang ingin kau raih di dunia ini?'" tanyamu lagi. Kembali aku menggeleng, setelah beberapa saat memutar ingatanku untuk pertanyaan itu.
"Memangnya ada apa?" tanyaku kemudian. Kali ini kau yang menggeleng, sambil membenahi letak kacamatamu.
"Bagaimana dengan pertanyaan, 'apa yang paling membuatmu paling bahagia?'" lanjutmu lagi, sambil menatapku lekat. Aku menggeleng lagi.
"Orang tuaku hanya sering bertanya, 'bagaimana sekolahmu? kapan skripsi? kapan lulus? bagaimana bisnismu? apa uangmu masih ada?" kataku kemudian menghela napas, "sementara pertanyaan-pertanyaan tentang kebahagiaan, apa misi hidupku, apa yang ingin aku raih dan dapatkan tak pernah ditanyakan."
Sunday, February 9, 2014
kalimat awal
"IP itu nggak penting karena nanti di liang kubur nggak bakal ditanyain itu" ini benar. Jangan jadikan IP sebagai tolak ukur keberhasilan. Jangan jadikan acuan untuk menciptakan kebahagiaan. Tapi alasan itu jangan dijadikan pembenaran. Meski tak terlalu penting bagi nanti, setidaknya dengan angka-angka itu bisa membuat kedua orang tua tersenyum bangga.
"Siapa bilang IP itu nggak penting," begitu kata siswa besar yang berIP cemerlang. Lalu alasan-alasan yang tak kalah banyaknya muncul. Ah alasaan..
Alasan selalu membuat kita selalu benar, begitu kata guru fisika gaul dulu. Alasan, Dalih.
Ah aku tak tau aku menulis apa. Sebenarnya aku ingin menuliskan tentang dua kalimat paling awal di atas, tapi menjabarkannya sungguh tak mudah. Aku hanya ingin menulis, tanpa alasan apapun. Hanya ingin merajut kata, tanpa tau ingin membentuk makna apa. Aku sedang kesal, lalu kesal menjelma menjadi rindu akan kata-kata. Aneh. Tapi biarlah..
ditulis pada 3Feb'14
Saturday, February 1, 2014
tundukku
Bagaimana bisa ku tahan bola kaca di mataku tak pecah saat ku dengar apa yang sudah kuduga itu. Sementara aku masih bertahan dalam kebenaran yang ku pegang. Aku selalu menurutimu, kebohongan terakhirku sudah bertahun lalu, sementara tundukku padamu selalu sejengkal lebih rendah daripada angkuhku.
Jadi ini masih salahku? Sementara kau benar-benar tak bicara denganku, bahkan ketika ku ajak kau berbincang.
Dan ternyata itu masalahmu, perdamaian dalam hatimu belum kau kibarkan. Dan aku yang kena tiang benderanya. Kau serahkan padaku. Padahal jelas-jelas kau bilang apa yang kau mau, apa yang berlawanan dengan fakta tentangmu dan seirama dengan keinginanmu berpuluh tahun lalu. Ini masih salahku?
Jangan pernah bilang kau tau aku. Kau tak kan pernah tau. Bahkan pada dirimu sendiri kau tak mau berdamai, bagaimana kau mau berdamai dengan keadaan yang selalu membuat orang lain berada di sisi yang salah. Jika bisa aku teriak, ku teriakkan apa yang tak ku suka darimu. Tapi bukankah tundukku harus selalu sejajar dengan kakimu?
But now I'm a human, that don't have a freedom. Death is my freedom
Tuesday, January 28, 2014
serbuk mimpi berbalut kapsul kenyataan
Aku tak lagi merasakan sakit pada jemariku, ketika kutekan dawai hingga keluar nada-nada sumbang itu. Tak seperti awal-awal dulu saat memerah kulitnya dengan rasa nyeri. Sudah mati rasa. Sudah kebal rupanya terhadap sakit yang sama. Ah aku mengerti.
Begitukah alasannya.
Masih menekan-nekan ujung jemari, aku membayangkan tokoh yang hadir dalam mimpi sesaat yang lalu. Mengapa memenuhi cerita mimpi itu? Alam bawah sadarku mengeluarkanmu dari sana? Apa kau menguasai alam bawah sadarku? Aku tak kesal, juga tak senang. Biasa saja. Aku tau bagaimana faktanya, aku tau bagaimana kenyataannya. Ku telan kapsul kenyataan itu, hingga tertelan mimpi pengusik.
Sakit tak kan lagi terasa, karna kebal terbentuk di dasarnya.
Kau tak perlu mengerti. Selamat pagi
Wednesday, January 15, 2014
Misi Agen Kanan
Thursday, January 9, 2014
Puisi
Aku mengikatmu dalam puisi
tak perlu kau baca, aku tak butuh pujian-pujian tanpa rasa
Aku mengikatmu dalam puisi
tak perlu kau menyadarinya, aku tak ingin sapa palsumu
Aku mengikatmu dalam puisi
dalam kata yang berirama, kucaci kau dalam rangkai kata indah
lalu memujimu dalam desak halus daun jatuh
tanpa sadar kritikan ku ukir dalam liuk rima
Aku mengikatmu dalam puisi,
Lalu lama kemudian aku menyebutmu
puisi
Pencapaian
Sunday, January 5, 2014
Tentang Rindu
Wednesday, January 1, 2014
2014
Welcome to the new era
hari ini kolom bagian kanan sudah ada empat tahun yang berbeda, tiga tahun dalam perjalanan empat tahun saya menulis. Well actually saya sudah menulis sejak SMP, heuheu, nulis geje. Sama sih sampai saat ini juga masih nggak jelas nulis apa. Tapi paling tidak, buat saya menulis itu pelepasan. Pelepasan segala-gala yang menggalaui pikiran saya.
Taraaaa...
2014!!
Saya tak bicara soal resolusi, hanya akan bicara soal hal-hal yang ingin saya selesaikan tahun ini. (insya Allah sih, kalau diberi napas sampai akhir tahun)
1. Lulus atau paling tidak skripsi beres tahun ini (padahal mulai aja belom -___-). Saya sih masih ingin main-main, masih ingin menikmati masa muda, tapi ya kok kalau dipikir-pikir masa saya tega sih berlama-lama bikin beban orang tua berat gitu. Tentu orang tua saya menganggap bukan beban, tapi sudah cukup ah saya jadi anak yang biaya sekolahnya mahal terus.
2. Saya ingin jalan-jalan lagi. Semarang, Bandung, Bromo, pantai-pantai, wait me ya sayangs.
3. Saya mau memulai proyek 'hijau' saya. Mendisiplinkan diri sendiri dulu, nanti lanjut ajak-ajak orang lain
4. *nggak bisa ditulis*
5. *sok-sok-an nggak bisa cerita*
Hehe asli poin empat ada yang mau ditulis tapi males mau ceritain (cuma rachmi dan tami yang tau. Heuheu) poin lima, itu gilanya saya aja sih.
Tepar seharian ke Wonorejo. capek gueh *dikeplak orang Jember* *Jember ae guah gueh*
Oke welcome 2014.